TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN PONOROGO

NOMOR       TAHUN 2014

TENTANG

TATA TERTIB

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN PONOROGO

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PONOROGO

 

Menimbang : a.      bahwa dalam rangka melaksanakan kehidupan kenegaraan yang demokratis berdasarkan peraturan perundang-undangan, DPRD Kabupaten Ponorogo memandang perlu memiliki Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Ponorogo yang mengatur kedudukan, susunan, tugas, fungsi, wewenang, hak, dan tanggungjawab DPRD beserta alat kelengkapannya;

b.     bahwa untuk mendukung peningkatan pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD Kabupaten Ponorogo seiring dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010, maka Peraturan DPRD Kabupaten Ponorogo Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten Ponorogo dipandang perlu diadakan penyesuaian;

c.      bahwa berdasarkan pertimbangan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu mengatur kembali Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo yang ditetapkan dengan PeraturanDPRD Kabupaten Ponorogo.;

 

Mengingat : 1.     Undang-Undang 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur,(Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 41) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730) ;

2.     Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

3.     Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4844);

 

4.     Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 72 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

5.     Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5189);

6.     Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5316), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5009);

7.     Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5568);

8.     Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4416) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan danAnggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Negara Nomor 4712);

9.     Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006;

 

 

 

12. Peraturan Pemerintah Nomor 03 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan    Keterangan    Pertanggungjawaban

Kepala Daerah Kepada DPRD, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 46930);

13.  Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman PenyusunanPeraturan DPRD tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 22, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5104);

14.  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1554);

15.  Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 116 Tahun 2003 tentang Pemberian Ijin ke Luar Negeri dengan alasan Penting bagi Pejabat Negara dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dilingkungan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota ;

16.  Keputusan Gubernur Jawa Timur tanggal 18 Agustus 2014 Nomor : 171.405/461/011/2014 tentang Peresmian pengangkatan Anggota DPRD Kabupaten Ponorogo ;

 

MEMUTUSKAN

 

Menetapkan : PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PONOROGO TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PONOROGO

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

 

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

  1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Ponorogo.
  2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo.
  3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan RakyatDaerah Kabupaten Ponorogo hasil Pemilihan Umum Tahun 2014.
  4. Provinsi adalah Provinsi Jawa Timur.
  5. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
  6. Bupati adalah Bupati Ponorogo
  7. Wakil Bupati adalah Wakil Bupati Ponorogo.
  8. Anggota DPRD adalah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo.
  9. Alat kelengkapan DPRD adalah Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo.
  10. Pimpinan DPRD adalah Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo.
  11. Badan Musyawarah adalah Badan Musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo.
  12. Badan Anggaran adalah Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo.
  13. Komisi adalah Komisi komisi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo.
  14. Badan Kehormatan adalah Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo.
  15. Badan Legislasi Daerah adalah Badan Legislasi Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo.
  16. Panitia Khusus adalah Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo.
  17. Fraksi adalah Fraksi-fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo.
  18. Rapat adalah rapat-rapat yang diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo.
  19. Rapat paripurna adalah Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo.
  20. Tahun Persidangan adalah Tahun Persidangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo dimulai pada saat pengucapan sumpah janji anggota DPRD .
  21. Masa Sidang adalah Masa kegiatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo yang dilakukan di gedung DPRD dan kunjungan kerja.
  22. Masa Reses adalah Masa Reses Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama diluar gedung DPRD untuk melaksanakan kunjungan kerja. Masa reses adalah masa anggota DPRD dalam rangka untuk menyerap, menampung aspirasi masyarakat di Daerah Pemilihan masing-masing.
  23. Fungsi Legislasi adalah legislasi daerah yang merupakan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo untuk membentuk peraturan daerah bersama Bupati.
  24. Fungsi Anggaran adalah fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo bersama-sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo untuk menyusun dan menetapkan APBD yang didalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
  25. Fungsi Pengawasan adalah fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, peraturan daerah, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati serta kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
  26. Hak Imunitas atau hak kekebalan hukum anggota DPRD adalah Hak untuk tidak dapat dituntut dimuka pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat/sidang DPRD maupun di luar rapat/sidang DPRD yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD.
  27. Hak Protokoler adalah hak anggota DPRD untuk memperoleh penghormatan berkenaan dengan jabatannya dalam acara-acara kenegaraan atau acara resmi maupun dalam melaksanakan tugasnya.
  28. Kode Etik DPRD adalah Kode Etik DPRD Kabupaten Ponorogo.
  29. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo.
  30. Peraturan Bupati adalah Peraturan Bupati Ponorogo.
  31. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
  32. Peraturan tata tertib adalah Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo.
  33. Sekretariat DPRD adalah Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo.
  34. Protokoler adalah serangkaian aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi aturan mengenai Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan kepada seseorang dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam Negara, Pemerintah dan Masyarakat.
  35. Tim Ahli adalah beberapa orang yang memiliki kemampuan dalam disipilin ilmu tertentu untuk membantu alat kelengkapan dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD kabupaten Ponorogo.
  36. Tenaga Ahli adalah seseorang yang mempunyai kemampuan dalam disiplin ilmu tertentu untuk membantu Fraksi DPRD.
  37. Partai Politik yang selanjutnya disingkat Parpol adalah Partai Politik peserta Pemilu Legislatif 2014.
  38. Daerah Pemilihan adalah Daerah Pemilihan di Kabupaten Ponorogo pada Pemilu Legislatif 2014.
  39. KPU adalah Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ponorogo;
  40. Sekretariat DPRD adalah Sekretariat DPRD Kabupaten Ponorogo sebagai unsur pendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD.
  41. Sekretaris DPRD adalah Sekretaris DPRD Kabupaten Ponorogo yang memimpin Sekretariat DPRD yang diangkat dan diberhentikan dengan keputusan Bupati atas persetujuan Pimpinan DPRD.
  42. PPKD adalah Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Ponorogo;
  43. SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Ponorogo;
  44. Hari adalah hari kerja.

 

BAB II

SUSUNAN DAN KEDUDUKAN

Bagian Kesatu

Susunan

 

Pasal 2

 

DPRD Kabupaten Ponorogo terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum berjumlah 45 orang.

 

 

Bagian Kedua

Kedudukan

 

Pasal 3

 

DPRD Kabupaten Ponorogo merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Kabupaten Ponorogo.

 

BAB III

FUNGSI, TUGAS DAN WEWENANG

 

Pasal 4

 

Bagian Kesatu

Fungsi

 

  • DPRD mempunyai fungsi :
  1. legislasi;
  2. anggaran; dan
  • Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di Kabupaten Ponorogo.
  • Fungsi legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diwujudkan dalam membentuk peraturan daerah bersama Bupati.
  • Fungsi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diwujudkan dalam membahas dan menyetujui rancangan APBD bersama Bupati.
  • Fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diwujudkan dalam mengawasi pelaksanaan peraturan daerah dan APBD.

 

Bagian Kedua

Tugas dan Wewenang

 

Pasal 5

 

DPRD mempunyai tugas dan wewenang :

  1. membentuk peraturan daerah bersama Bupati;
  2. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai APBD yang diajukan oleh Bupati;
  3. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD;
  4. mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian Bupati dan/atau wakil Bupati kepada menteri dalam negeri melalui gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian;
  5. memilih wakil Bupati dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil Bupati;
  6. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
  7. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten;
  8. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan ;
  9. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;
  10. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  11. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

BAB IV

KEANGGOTAAN

 

Bagian Kesatu

Peresmian, Masa Keanggotaan, dan Pemberhentian

 

Pasal 6

 

  • Keanggotaan DPRD diresmikan dengan keputusan gubernur sesuai dengan laporan Komisi Pemilihan Umum yang disampaikan melalui Bupati.
  • Anggota DPRD berdomisili di Kabupaten Ponorogo.
  • Masa jabatan anggota DPRD adalah 5 (lima) tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji.
  • Anggota DPRD yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama bertepatan pada tanggal berakhirnya masa jabatan 5 (lima) tahun anggota DPRD yang lama.
  • Dalam hal terdapat anggota DPRD yang baru tidak dapat mengucapkan sumpah/janji bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan 5 (lima) tahun anggota DPRD yang lama, masa jabatan anggota DPRD dimaksud berakhir bersamaan dengan masa jabatan anggota DPRD yang mengucapkan sumpah/janji secara bersama- sama.
  • Rapat Paripurna pelaksanaan sumpah janji anggota DPRD Kabupaten / Kota masa jabatan 2014-2019 harus pada saat berakhirnya masa jabatan anggota DPRD yang lama meskipun bertepatan pada hari libur atau hari yang diliburkan

 

Pasal 7

 

  • Anggota DPRD sebelum memangku jabatannya, mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh ketua pengadilan negeri dalam rapat paripurna istimewa DPRD.
  • Dalam hal ketua pengadilan negeri berhalangan, pengucapan sumpah/janji anggota DPRD dipandu oleh wakil ketua pengadilan negeri.
  • Dalam hal wakil ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhalangan,pengucapan sumpah/janji anggota DPRD dipandu oleh hakim senior pada pengadilan negeri yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri.
  • Anggota DPRD yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengucapkan sumpah/janji dipandu oleh ketua atau wakil ketua DPRD dalam rapat paripurna istimewa DPRD.
  • Anggota DPRD pengganti antarwaktu sebelum memangku jabatannya, mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh ketua atau wakil ketua DPRD dalam rapat paripurna istimewa DPRD.

 

Pasal 8

 

  • Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7, didampingi oleh rohaniawan sesuai dengan agamanya masing-masing.
  • Dalam pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota DPRD yangberagama :
  1. Islam, diawali dengan frasa “Demi Allah”;
  2. Protestan dan Katolik, diakhiri dengan frasa “Semoga Tuhan menolong saya”;
  3. Budha, diawali dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”
  4. Hindu, diawali dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
  • Setelah mengakhiri pengucapan sumpah/janji, anggota DPRD menandatangani berita acara pengucapan sumpah/janji.

 

Pasal 9

 

Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 adalah sebagai berikut:

“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:

Bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai Anggota/Ketua/Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945;

Bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan;

Bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Pasal 10

 

  • Tata cara pengucapan sumpah/janji anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 terdiri dari tata urutan acara, tata pakaian dan tata tempat;
  • Tata urutan acara untuk pelaksanaan pengucapan sumpah/janji anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. pembukaan rapat oleh pimpinan DPRD;
  2. mendengarkan dan/atau menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya;
  3. pembacaan keputusan peresmian pemberhentian dan pengangkatan anggota DPRD oleh sekretaris DPRD;
  4. pengucapan sumpah/janji anggota DPRD, dipandu oleh ketua pengadilan negeri;
  5. penandatanganan berita acara sumpah/janji anggota DPRD secara simbolis oleh satu orang dari masing-masing kelompok agama dan ketua pengadilan;
  6. pengumuman pimpinan sementara DPRD oleh sekretaris DPRD;
  7. serah terima pimpinan DPRD dari pimpinan lama kepada pimpinan sementara secara simbolis dengan penyerahan palu pimpinan;
  8. sambutan pimpinan sementara DPRD;
  9. sambutan Bupati;
  10. pembacaan doa;
  11. penutupan oleh pimpinan sementara DPRD; dan
  12. penyampaian ucapan selamat.

 

  • Tata pakaian yang digunakan dalam acara pengucapan sumpah/janji anggota DPRD meliputi :
  1. Ketua Pengadilan Negeri menggunakan pakaian sesuai ketentuan dari instansi yang bersangkutan;
  2. Bupati menggunakan pakaian sipil lengkap dengan peci nasional;
  3. Anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji menggunakan pakaian sipil lengkap dengan peci nasional bagi pria dan wanita menggunakan pakaian nasional; dan
  4. Undangan bagi anggota TNI/POLRI menggunakan pakaian dinas upacara, undangan sipil menggunakan pakaian sipil lengkap dengan peci nasional bagi pria dan wanita menggunakan pakaian nasional.
  • Tata tempat dalam acara pengucapan sumpah/janji anggota DPRD meliputi:
  1. meja pimpinan, disediakan tempat duduk dari kiri ke arah kanan untuk ketua pengadilan negeri, bupati, ketua DPRD dan para wakil ketua DPRD.
  2. meja forpimda disediakan tempat duduk untuk para anggota forpimda, wakil bupati, istri/suami bupati dan istri/suami wakil bupati serta para pejabat tingkat pusat.
  3. anggota DPRD menempati tempat duduk yang telah disediakan.
  4. anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji menempati tempat duduk yang telah disediakan.
  5. Istri/suami anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji menempati tempat duduk yang telah disediakan.
  6. pejabat pengukuh sumpah/janji (rohaniwan) menempati tempat duduk yang telah disediakan.
  7. sekretaris daerah dan para undangan menempati tempat duduk yang telah disediakan.
  8. setelah mengucapkan sumpah/janji :
  9. anggota DPRD baru menempati tempat duduk anggota DPRD
  10. mantan anggota DPRD menempati tempat duduk anggota DPRD yang telah mengucapkan sumpah/janji.
  11. setelah acara penyerahan pimpinan DPRD ke pimpinan sementara DPRD :
  12. Pimpinan sementara DPRD menempati tempat duduk pimpinan DPRD
  13. Mantan pimpinan DPRD menempati tempat duduk anggota DPRD    yang telah mengucapkan sumpah/janji
  14. Ketua pengadilan negeri menempati tempat duduk forpimda
  15. para wartawan, kru TV / radio disediakan tempat tersendiri.

 

BAB V

PELAKSANAAN HAK

 

Bagian Kesatu

Hak DPRD

 

Pasal 11

  • DPRD mempunyai hak :
  1. interpelasi;
  2. angket; dan
  3. menyatakan pendapat.
  • Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada Bupati mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
  • Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan Bupati atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.

Paragraf 1

Hak Interpelasi

 

Pasal 12

 

  • Hak interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a diusulkan oleh paling sedikit 7 (tujuh) orang anggota DPRD dan lebih dari 1 (satu)
  • Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pimpinan DPRD, yang ditandatangani oleh para pengusul dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat DPRD.
  • Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya :
  1. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan kebijakan pemerintah   daerah yang akan dimintakan keterangan; dan
  2. alasan permintaan keterangan.
  • Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh pimpinan DPRD disampaikan pada rapat paripurna.
  • Rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (4), para pengusul diberi kesempatan menyampaikan penjelasan lisan atas usul permintaan keterangan tersebut.
  • Pembicaraan mengenai sesuatu usul meminta keterangan dilakukan dengan memberi kesempatan kepada :
  1. anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui fraksi; dan;
  2. pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota DPRD.
  • Keputusan persetujuan atau penolakan terhadap usul permintaan keterangan kepada Bupati ditetapkan dalam rapat paripurna.
  • Usul permintaan keterangan DPRD sebelum memperoleh keputusan, para pengusul berhak menarik kembali usulannya.
  • Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi hak interpelasi DPRD apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPRD yang dihadiri lebih dari ½ (satu perdua) jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah anggota DPRD yang hadir.

 

Pasal 13

 

  • Bupati dapat hadir untuk memberikan penjelasan tertulis terhadap permintaan keterangan anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dalam rapat paripurna DPRD.
  • Apabila Bupati tidak dapat hadir untuk memberikan penjelasan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bupati menugaskan pejabat terkait untuk mewakilinya.
  • Setiap anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan atas penjelasan tertulis Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  • Terhadap penjelasan tertulis Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPRD dapat menyatakan pendapatnya.
  • Pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara resmi oleh DPRD kepada Bupati.
  • Pernyataan pendapat DPRD atas penjelasan tertulis Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dijadikan bahan untuk DPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan untuk Bupati dijadikan bahan dalam penetapan pelaksanaan kebijakan.

 

Paragraf 2

Hak Angket

 

Pasal 14

 

  • Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b diusulkan oleh paling sedikit7 (tujuh) orang anggota DPRD dan lebih dari 1 (satu) fraksi.
  • Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pimpinan DPRD, yang ditandatangani oleh para pengusul dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat DPRD.
  • Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya:
  1. materi sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (3) Peraturan DPRD ini; dan
  2. alasan penyelidikan.

Pasal 15

 

  • Pembicaraan mengenai usul penggunaan hak angket, dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui fraksi dan selanjutnya pengusul memberikan jawaban atas pandangan anggota DPRD.
  • Keputusan atas usul melakukan penyelidikan terhadap Bupati dapat disetujui atau ditolak, ditetapkan dalam rapat paripurna.
  • Usul melakukan penyelidikan sebelum memperoleh keputusan DPRD, pengusul berhak menarik kembali usulnya.
  • Apabila usul melakukan penyelidikan disetujui sebagai permintaan penyelidikan, DPRD menyatakan pendapat untuk melakukan penyelidikan dan menyampaikannya secara resmi kepada
  • Usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 menjadi hak angket DPRD apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan lebih dari 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.
  • Dalam hal DPRD menerima usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPRD membentuk Panitia Angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPRD dengan keputusan DPRD.
  • Dalam hal DPRD menolak usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (2), usul tersebut tidak dapat diajukan kembali;

 

Pasal 16

 

  • Panitia angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (6), dalam melakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), dapat memanggil pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat Kabupaten Ponorogo yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang diselidiki untuk memberikan keterangan dan untuk meminta menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki.
  • Pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat Kabupaten Ponorogo yang dipanggil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi panggilan DPRD kecuali ada alasan yang sah menurut peraturan perundang-undangan.
  • Dalam hal pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat yang dipanggil dengan patut secara berturut-turut tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat(2), DPRD dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Apabila hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) diterima oleh DPRD dan ada indikasi tindak pidana, DPRD menyerahkan penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Apabila hasil penyidikan Bupati dan/atau Wakil Bupati berstatus sebagai terdakwa, Menteri Dalam Negeri memberhentikan sementara dari jabatannya.
  • Apabila Bupati dan/atau Wakil Bupati berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang diancam pidana 5 (lima) tahun atau lebih, Menteri Dalam Negeri memberhentikan Bupati dan/atau Wakil Bupati dari jabatannya.

Pasal 17

 

Panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat Paripurna DPRD paling lama 60 (enam puluh) hari sejak dibentuknya panitia angket.

 

Paragraf 3

Hak Menyatakan Pendapat

 

Pasal 18

 

  • Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c diusulkan oleh paling sedikit 10 (sepuluh) orang anggota DPRD dan lebih dari 1 (satu) fraksi.
  • Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta penjelasannya disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD, yang ditandatangani oleh para pengusul dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat DPRD.
  • Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya:
  1. materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) dan alasan pengajuan usul pernyataan pendapat; atau
  2. materi hasil pelaksanaan hak interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), (5), dan (6).
  • Usul pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), oleh pimpinan DPRD disampaikan dalam rapat Paripurna DPRD setelah mendapat pertimbangan dari Badan
  • Dalam rapat Paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4), para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul pernyataan pendapat tersebut.
  • Pembahasan dalam rapat paripurna DPRD mengenai usul pernyataan pendapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada :
  1. anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui fraksi;
  2. Bupati untuk memberikan pendapat; dan
  3. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota DPRD dan pendapat
  • Usul pernyataan pendapat sebelum memperoleh keputusan DPRD, pengusul berhak menarik kembali usulnya.
  • Rapat Paripurna DPRD memutuskan menerima atau menolak usul pernyataan pendapat tersebut menjadi pendapat DPRD.
  • Apabila DPRD menerima usul pernyataan pendapat, keputusan DPRD memuat :
  1. pernyataan pendapat;
  2. saran penyelesaiannya; dan
  • Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak menyatakan pendapat DPRD apabila mendapat persetujuan dari rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh ¾ (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

 

Bagian Kedua

Hak Anggota DPRD

 

Pasal 19

 

Anggota DPRD mempunyai hak :

  1. mengajukan rancangan peraturan daerah;
  2. mengajukan pertanyaan;
  3. menyampaikan usul dan pendapat;
  4. memilih dan dipilih;
  5. membela diri;
  6. imunitas;
  7. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas ;
  8. protokoler; dan
  9. keuangan dan administratif.

Paragraf 1

Hak Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah

 

Pasal 20

 

  • Setiap anggota DPRD mempunyai hak mengajukan rancangan peraturan daerah.
  • Usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam bentuk rancangan peraturan daerah disertai penjelasan secara tertulis dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat DPRD.
  • Usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Pimpinan DPRD disampaikan kepada Badan Legislasi Daerah untuk dilakukan pengkajian.
  • Berdasarkan hasil pengkajian Badan Legislasi Daerah, Pimpinan DPRD menyampaikan kepada rapat Paripurna DPRD.
  • Dalam rapat Paripurna, para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
  • Pembahasan mengenai sesuatu usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada :
  1. anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan; dan
  2. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota DPRD lainnya.
  • Usul prakarsa sebelum diputuskan menjadi prakarsa DPRD, para pengusul berhak mengajukan perubahan dan/atau mencabutnya kembali.
  • Rapat Paripurna DPRD memutuskan menerima atau menolak usul prakarsa menjadi prakarsa
  • Tata cara pembahasan rancangan peraturan daerah atas prakarsa DPRD mengikuti ketentuan yang berlaku dalam pembahasan rancangan peraturan daerah atas prakarsa Bupati.

 

Paragraf 2

Hak Mengajukan Pertanyaan

 

Pasal 21

 

  • Setiap anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah Daerah berkaitan dengan fungsi, tugas dan wewenang DPRD baik secara lisan maupun tertulis.
  • Jawaban terhadap pertanyaan anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan secara lisan atau secara tertulis dalam tenggang waktu yang disepakati bersama.

 

Paragraf 3

Hak Mengajukan Usul dan Pendapat

 

Pasal 22

 

  • Setiap anggota DPRD dalam rapat DPRD berhak mengajukan usul dan pendapat secara leluasa baik kepada Pemerintah Daerah maupun kepada Pimpinan DPRD.
  • Usul dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan memperhatikan tata krama, etika, moral, sopan santun dan kepatutan sesuai Kode Etik DPRD.

Paragraf 4

Hak Memilih dan Dipilih

 

Pasal 23

 

Setiap anggota DPRD berhak untuk memilih dan dipilih menjadi anggota atau Pimpinan dari Alat Kelengkapan DPRD sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Paragraf 5

Hak Membela Diri

 

Pasal 24

 

  • Setiap anggota DPRD berhak membela diri terhadap dugaan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPRD.
  • Hak membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum pengambilan keputusan oleh Badan Kehormatan.

 

Paragraf 6

Hak Imunitas

 

Pasal 25

 

  • Anggota DPRD tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan /atau pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat DPRD maupun di luar rapat DPRD yang berkaitan dengan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD.
  • Anggota DPRD tidak dapat diganti antar waktu karena pernyataan, pertanyaan, dan /atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat DPRD maupun di luar rapat DPRD yang berkaitan dengan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD.
  • Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk di rahasiakan atau hal lain yang dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Paragraf 7

Hak Mengikuti Orientasi dan Pendalaman Tugas

Pasal 26

 

  • Anggota DPRD mempunyai hak untuk mengikuti orientasi pelaksanaan tugas sebagai anggota DPRD pada permulaan masa jabatannya dan mengikuti pendalaman tugas pada masa jabatannya.
  • Anggota DPRD melaporkan hasil pelaksanaan orientasi dan pendalaman tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pimpinan DPRD dan kepada pimpinan fraksinya.

 

Paragraf 8

Hak Protokoler, Keuangan dan Administrasi

 

Pasal 27

 

Hak protokoler, keuangan, dan administratif pimpinan dan anggota DPRD diatur tersendiri dalam Peraturan Daerah sesuai dengan Peraturan Pemerintah.

 

Pasal 28

 

  • Pimpinan dan anggota DPRD mempunyai hak keuangan dan administratif.
  • Hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  • Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, pimpinan dan anggota DPRD berhak memperoleh tunjangan yang besarannya disesuaikan dengan kemampuan daerah.
  • Pengelolaan keuangan dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD sesuai dengan Peraturan Pemerintah.

 

Hak Cuti

Pasal 29

 

  • Setiap pimpinan dan anggota DPRD berhak atas cuti.
  • Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
  1. Cuti Sakit ;
  2. Cuti bersalin ;
  3. Cuti ke luar negeri karena alasan penting ;
  4. Cuti lainnya.

 

Pasal 30

 

  • Pimpinan dan/atau anggota DPRD yang sakit selama 1 (satu) atau 2 (dua) hari berhak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (2) huruf a dengan ketentuan bahwa yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pimpinan DPRD.
  • Pimpinan dan/atau anggota DPRD yang sakit selama lebih dari 3 (tiga) hari berhak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (2) huruf a dengan ketentuan yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada pimpinan DPRD dengan melampirkan surat keterangan dokter.
  • Cuti sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan secara tertulis oleh pimpinan DPRD.
  • Surat keterangan dokter sebagimana dimaksud pada ayat (2) antara lain menyatakan tentang perlunya diberikan cuti, lamanya cuti dan keterangan lain yang dipandang perlu.

 

Pasal 31

 

  • Pimpinan dan/atau anggota DPRD yang mengalami gugur kandungan berhak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (2) huruf a untuk paling lama 1 ½ ( satu setengah) bulan.
  • Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pimpinan dan/atau anggota DPRD wanita yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pimpinan DPRD dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan.
  • Cuti sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis oleh pimpinan DPRD.

Pasal 32

 

Selama menjalankan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dan pasal 35, pimpinan dan/atau anggota DPRD yang bersangkutan tetap menerima hak-hak keuangan.

Pasal 33

 

  • Bagi Pimpinan dan atau anggota DPRD berhak atas cuti bersalin sebagaimana dimaksud pasal 29 ayat (2) huruf b.
  • Untuk mendapatkan cuti bersalin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan dan/atau angota DPRD mengajukan permintaan secara tertulis kepada pimpinan DPRD.
  • Cuti bersalin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis oleh pimpinan DPRD.
  • Lamanya cuti bersalin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan setelah persalinan.
  • Selama menjalankan cuti bersalin sebagimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan dan/atau anggota DPRD yang bersangkutan tetap menerima hak-hak keuangan.

Pasal 34

 

  • Cuti bepergian ke luar negeri karena alasan penting sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (2) huruf c meliputi :
  1. Melaksanakan kewajiban agama ;
  2. Kepentingan untuk berobat ;
  3. Untuk keperluan keluarga.
  • Persyaratan pemberian cuti bepergian ke luar negeri sebagaimana ayat (2) huruf a adalah :
  1. Surat bukti pendafataran sebagai peserta ibadah haji yang dilakukan oleh jasa perjalanan umroh/haji bagi agama islam ;
  2. Surat bukti pendaftaran sebagai peserta religi oleh jasa perjalanan bagi agama diluar agama islam ;
  3. Surat persyaratan biaya perjalanan ke Luar Negeri dibiayai oleh Anggota DPRD yang bersangkutan ;
  • Persyaratan pemberian cuti bepergian ke luar negeri sebagaimana ayat (2) huruf b adalah :
  1. Surat keterangan dari dokter yang merekomendasikan Pimpinan/anggota DPRD harus melakukan pengobatan ke rumah sakit di luar negeri ;
  2. Surat pernyataan biaya perjalanan ke luar negeri dibiayai Pimpinan/Anggota DPRD yang bersangkutan
  • Cuti ke luar negeri karena alasan penting sebagaimana ayat (2) huruf c meliputi :
  1. Melaksanakan kewajiban agama ;
  2. Kepentingan untuk berobat ;
  3. Untuk kepentingan keluarga.
  • Untuk mendapatkan cuti bepergian ke luar negeri dengan alasan penting sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan / anggota DPRD mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum keberangkatan yang bersangkutan.

 

Pasal 35

 

  • Cuti lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (2) huruf d meliputi :
  1. Ibu, bapak, isteri/suami, anak, adik, kakak, mertua, atau menantu sakit keras atau meninggal dunia ;
  2. Salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam huruf a meninggal dunia dan menurut ketentuan alasan yang berlaku pimpinan dan/atau anggota DPRD yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia itu ;
  3. Melangsungkan perkawinan.
  • Untuk mendapatkan cuti karena alasan penting sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan dan/atau anggota DPRD mengajukan permintaan secara tertulis kepada pimpinan DPRD.
  • Cuti lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis oleh pimpinan DPRD.
  • Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh pimpinan DPRD dan paling lama 1 (satu) minggu.

 

BAB VI

KEWAJIBAN ANGGOTA DPRD

 

Pasal 36

 

Anggota DPRD mempunyai kewajiban :

  1. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
  2. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan;
  3. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik
  4. mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
  5. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;
  6. mentaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
  7. mentaati tata tertib dan kode etik;
  8. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
  9. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala;
  10. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan
  11. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.
  12. Menyerahkan surat pemberitahuan kepada pimpinan DPRD bagi anggota DPRD yang mencalonkan diri sebagai Bupati /Walikota atau Wakil Bupati/Wakil Walikota

 

BAB VII

FRAKSI

Bagian Kesatu

Kedudukan

 

Pasal 37

  • Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD serta hak dan kewajiban anggota DPRD dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun anggota DPRD.
  • Setiap anggota DPRD wajib menjadi anggota salah satu fraksi.
  • Setiap fraksi di DPRD beranggotakan paling sedikit sama dengan jumlah komisi di DPRD.
  • Partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD mencapai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau lebih dapat membentuk 1 (satu)
  • Dalam hal partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), anggotanya dapat bergabung dengan fraksi yang ada atau membentuk fraksi gabungan.
  • Dalam hal tidak ada satu partai politik yang memenuhi persyaratan untuk membentuk fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka dibentuk fraksi gabungan yang jumlahnya paling banyak 2 (dua) fraksi gabungan.
  • Partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) wajib mendudukkan anggotanya dalam satu fraksi.
  • Pembentukan fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) dilaporkan kepada Pimpinan DPRD untuk diumumkan dalam rapat Paripurna DPRD.
  • fraksi yang telah diumumkan dalam rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (8) bersifat tetap selama masa keanggotaan DPRD.

 

Pasal 38

 

  • Untuk menentukan 2 (dua) fraksi Gabungan sebagaimana dimaksud Pasal 37 ayat (6) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di DPRD tetapi tidak memenuhi ketentuan untuk membentuk fraksi sebagaimana dimaksud Pasal 37 ayat (3) mengambil inisiatif untuk membentuk 2 (dua) fraksi Gabungan.
  • Dalam hal terdapat partai politik yang memiliki kursi terbanyak pertama dan kedua sebagaimana dimaksud ayat (1) lebih dari 1 (satu), untuk menentukan 2 (dua) fraksi gabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (6), partai politik yang memperoleh jumlah suara terbanyak dalam pemilihan umum mengambil inisiatif untuk membentuk 2 (dua) fraksi gabungan.
  • Dalam hal terdapat partai politik yang memperoleh jumlah suara terbanyak pertama dan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih dari 1 (satu), partai politik yang memiliki persebaran suara lebih luas secara berjenjang mengambil inisiatif untuk membentuk 2 (dua) fraksi gabungan.

 

Pasal 39

 

  • Fraksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 mempunyai sekretariat fraksi.
  • Sekretariat fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas membantu kelancaran pelaksanaan tugas fraksi.
  • Untuk pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disediakan sarana dan anggaran sesuai dengan kebutuhan dan dengan memperhatikan kemampuan APBD.

 

Pasal 40

 

  • Setiap fraksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dibantu oleh 1 (satu) orang tenaga ahli.
  • Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi persyaratan :
  1. berpendidikan serendah-rendahnya strata satu (S1) dengan pengalaman kerja paling singkat 5 (lima) tahun, strata dua (S2) dengan pengalaman kerja paling singkat 3 (tiga) tahun, atau strata tiga (S3) dengan pengalaman kerja paling singkat 1 (satu) tahun;
  2. menguasai bidang pemerintahan; dan
  3. menguasai tugas dan fungsi DPRD.

 

Bagian Kedua

Susunan

 

Pasal 41

 

  • Dalam hal jumlah anggota fraksi lebih dari 3 (tiga) orang, pimpinan fraksi terdiri atas ketua, wakil ketua, dan sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota fraksi.
  • Dalam hal jumlah anggota fraksi hanya 3 (tiga) orang, pimpinan fraksi terdiri atas ketua dan sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota fraksi.
  • Pimpinan fraksi yang telah terbentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),dilaporkan kepada pimpinan DPRD untuk diumumkan dalam rapat paripurna.

 

Bagian Ketiga

Tugas dan Wewenang

 

Pasal 42

 

  • Merumuskan dan menyalurkan hal-hal yang menjadi kebijakan partai politiknya;
  • Menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi anggota masing-masing fraksinya;
  • Menentukan dan pengatur segala yang menyangkut urusan fraksi masing-masing;
  • Meningkatkan kemampuan, disiplin, tanggungjawab, motivasi, kerjasama, efesiensi dan efektivitas kinerja bagi para anggota dalam menjalankan tugas yang tercermin disetiap kegiatan DPRD;
  • Menetapkan setiap anggotanya dalam penugasan di komisi-komisi dan panitia-panitia;
  • Melakukan pengawasan terhadap kehadiran dan kinerja anggotanya dalam setiap kegiatan DPRD;
  • Fraksi-fraksi dapat memberikan pertimbangan kepada pimpinan DPRD mengenai hal-hal yang dianggap perlu dibidang tugas DPRD, baik diminta atau tidak;
  • Dalam melakukan tugas, fraksi mendapat bantuan sarana dan dukungan teknis administratif dari sekretariat DPRD.

 

 

BAB VIII

ALAT KELENGKAPAN DPRD

Bagian Kesatu

Umum

 

Pasal 43

 

  • Alat kelengkapan DPRD terdiri atas:
  1. Pimpinan;
  2. Badan Musyawarah;
  3. Komisi;
  4. Badan Legislasi Daerah;
  5. Badan Anggaran;
  6. Badan Kehormatan; dan;
  7. Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.
  • Kepemimpinan alat kelengkapan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat kolektif dan kolegial.
  • Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu oleh sekretariat.

 

Bagian Kedua

Pimpinan DPRD

Paragraf 1

Kedudukan dan Susunan

 

Pasal 44

 

Pimpinan DPRD adalah alat kelengkapan DPRD dan merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.

 

Pasal 45

 

  • Pimpinan DPRD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 3 (tiga) orang wakil ketua.
  • Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD.
  • Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam rapat Paripurna berdasarkan pengajuan dari partai politik.
  • Ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPRD.
  • Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara terbanyak.
  • Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh suara terbanyak sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penentuan ketua DPRD dilakukan berdasarkan persebaran wilayah peroleh suara partai politik yang lebih luas secara berjenjang.
  • Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wakil ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara terbanyak kedua, ketiga, dan/atau keempat.
  • Apabila masih terdapat kursi wakil ketua DPRD yang belum terisi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), maka kursi wakil ketua diisi oleh anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua.
  • Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua sama, wakil ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan suara terbanyak.
  • Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (7), penentuan wakil ketua DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara partai politik yang lebih luas secara berjenjang.

Pasal 46

 

  • Partai politik yang berhak mengisi kursi pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) menyampaikan 1 (satu) orang calon pimpinan DPRD kepada pimpinan sementara DPRD untuk diumumkan dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD sebagai calon pimpinan DPRD.
  • Pimpinan sementara DPRD menyampaikan nama calon pimpinan DPRD kepada Gubernur melalui Bupati untuk diresmikan pengangkatannya.
  • Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji di gedung DPRD setempat yang dipandu oleh Ketua Pengadilan Negeri.
  • Dalam hal pengucapan sumpah/janji di gedung DPRD setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena alasan tertentu tidak dapat dilaksanakan, pengucapan sumpah/janji pimpinan DPRD dapat dilaksanakan di tempat lain.
  • Dalam hal Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhalangan, pengucapan sumpah/janji Pimpinan DPRD dipandu oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri.
  • Dalam hal Wakil Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud ayat (5) berhalangan, pengucapan sumpah/janji Pimpinan DPRD dipandu oleh hakim senior pada Pengadilan Negeri yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri.

 

Paragraf 2

Tugas Pimpinan DPRD

 

Pasal 47

 

  • Pimpinan DPRD mempunyai tugas :
  1. memimpin sidang DPRD dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan;
  2. menyusun rencana kerja pimpinan dan mengadakan pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua;
  3. melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPRD;
  4. menjadi juru bicara DPRD;
  5. melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD;
  6. mewakili DPRD dalam berhubungan dengan lembaga/instansi lainnya;
  7. mengadakan konsultasi dengan Bupati dan pimpinan lembaga/Instansi pemerintah lainnya sesuai dengan keputusan DPRD.
  8. mewakili DPRD di pengadilan;
  9. melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  10. menyusun rencana anggaran DPRD bersama Sekretariat DPRD yang pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna; dan
  11. menyampaikan laporan kinerja pimpinan DPRD dalam rapat paripurna DPRD yang khusus diadakan untuk itu.
  12. Memastikan semua rencana kerja alat kelengkapan DPRD dan jadwal pembahasan raperda berjalan tepat waktu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

 

  • Dalam hal salah seorang Pimpinan DPRD berhalangan sementara kurang dari 30 (tiga puluh) hari, Pimpinan DPRD mengadakan musyawarah untuk menentukan salah satu Pimpinan DPRD untuk melaksanakan tugas pimpinan DPRD yang berhalangan sementara sampai dengan Pimpinan yang bersangkutan dapat melaksanakan tugas kembali.
  • Dalam hal salah seorang Pimpinan DPRD berhalangan sementara lebih dari 30 (tiga puluh) hari, partai politik asal Pimpinan DPRD yang berhalangan sementara mengusulkan kepada Pimpinan DPRD salah seorang anggota DPRD yang berasal dari partai politik tersebut untuk melaksanakan tugas pimpinan DPRD yang berhalangan sementara.
  • Berhalangan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) adalah situasi dan kondisi yang menyebabkan unsur Pimpinan DPRD tidak dapat melaksanakan tugasnya. Tidak termasuk berhalangan sementara apabila anggota dan/atau Pimpinan DPRD dikenai pemberhentian sementara sebagai anggota dan/atau Pimpinan DPRD.

 

Pasal 48

 

  • Pimpinan DPRD memegang pimpinan sehari-hari dan bertugas penuh di gedung DPRD.
  • Wakil Ketua DPRD membantu Ketua DPRD dalam memimpin DPRD.
  • Apabila salah satu Pimpinan DPRD berhalangan, maka tugas kewajibannya dilakukan oleh Pimpinan DPRD yang lainnya.
  • Dalam menjalankan tugasnya Pimpinan DPRD dibantu oleh sekretariat DPRD.

 

Paragraf 3

Pimpinan Sementara

 

Pasal 49

 

  • Dalam hal Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) belum terbentuk, DPRD dipimpin oleh Pimpinan Sementara DPRD dengan tugas pokok memimpin rapat-rapat DPRD, memfasilitasi pembentukan fraksi, memfasilitasi penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib, dan memroses penetapan Pimpinan DPRD definitif.
  • Pimpinan Sementara DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang berasal dari dua partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di DPRD.
  • Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak sama, Ketua dan Wakil Ketua Sementara DPRD ditentukan secara musyawarah oleh wakil partai politik bersangkutan yang ada di DPRD.
  • Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mencapai kesepakatan, Ketua dan Wakil Ketua Sementara DPRD berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan suara dalam pemilihan umum.

 

Paragraf 4

Pemberhentian Pimpinan DPRD

 

Pasal 50

 

  • Masa jabatan Pimpinan DPRD terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji Pimpinan dan berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan keanggotaan DPRD.
  • Pimpinan DPRD berhenti dari jabatannya sebelum berakhir masa jabatannya karena:
  1. meninggal dunia;
  2. mengundurkan diri sebagai pimpinan DPRD atas permintaan sendiri secara tertulis;
  3. diberhentikan sebagai anggota DPRD sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan;
  4. diberhentikan sebagai Pimpinan DPRD.
  • Pimpinan DPRD diberhentikan dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan d apabila yang bersangkutan :
  1. melanggar sumpah/janji jabatan dan Kode Etik DPRD berdasarkan keputusan Badan Kehormatan; dan;
  2. diusulkan oleh Partai Politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Dalam hal salah seorang Pimpinan DPRD berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), anggota pimpinan lainnya menetapkan salah seorang di antara pimpinan untuk melaksanakan tugas pimpinan yang berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan pengganti yang definitif.
  • Dalam hal ketua dan para wakil ketua berhenti secara bersamaan, tugas Pimpinan DPRD dilaksanakan oleh Pimpinan Sementara yang dibentuk sesuai ketentuan dalam Pasal 49.

 

Pasal 51

 

  • Usul pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dilaporkan dalam rapat Paripurna oleh Pimpinan DPRD lainnya.
  • Pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam rapat Paripurna DPRD.
  • Pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan DPRD.

 

Pasal 52

 

  • Keputusan DPRD tentang usulan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur melalui Bupati untuk peresmian pemberhentiannya.
  • Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan berita acara rapat Paripurna DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2).

 

Pasal 53

 

  • Pengganti Pimpinan DPRD yang berhenti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 berasal dari partai politik yang sama dengan Pimpinan DPRD yang berhenti.
  • Calon pengganti Pimpinan DPRD yang berhenti diusulkan oleh pimpinan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk diumumkan dalam rapat Paripurna DPRD dan ditetapkan dengan keputusan DPRD.
  • Pimpinan DPRD mengusulkan peresmian pengangkatan calon pengganti Pimpinan DPRD kepada Gubernur melalui Bupati.

 

Bagian Ketiga

Badan Musyawarah

 

Pasal 54

 

Badan Musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.

 

Pasal 55

 

  • Badan Musyawarah terdiri atas unsur-unsur fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota dan paling banyak ½ (satu perdua) dari jumlah anggota DPRD.
  • Susunan keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan setelah terbentuknya pimpinan DPRD,Komisi, Badan Anggaran, dan fraksi.
  • Ketua dan wakil ketua DPRD karena jabatannya adalah pimpinan Badan Musyawarah merangkap anggota.
  • Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah sekretaris Badan Musyawarah dan bukan sebagai anggota.
  • Susunan keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan dalam rapat Paripurna.

 

Pasal 56

 

  • Badan Musyawarah mempunyai tugas :
  1. Menetapkan agenda DPRD untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (satu) masa persidangan, atau sebagian dari suatu masa sidang, perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu penyelesaian rancangan peraturan daerah, dengan tidak mengurangi kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya;
  2. Dalam rangka melaksanakan penetapan agenda sebagaimana dimaksud pada huruf a, Badan Musyawarah mengundang alat kelengkapan DPRD ;
  3. Memberikan pendapat kepada pimpinan DPRD dalam menentukan garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD;
  4. Meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan DPRD yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai pelaksanaan tugas masing-masing;
  5. Menetapkan jadwal acara rapat DPRD;
  6. Memberi saran/pendapat untuk memperlancar kegiatan;
  7. Merekomendasikan pembentukan panitia khusus; dan;
  8. Melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat paripurna kepada Badan Musyawarah.
  • Setiap anggota Badan Musyawarah wajib :
  1. mengadakan konsultasi dengan fraksi sebelum mengikuti rapat Badan Musyawarah;
  2. menyampaikan pokok-pokok hasil rapat Badan Musyawarah kepada fraksi;
  • Alat kelengkapan DPRD dan/atau anggota DPRD yang diundang oleh Badan Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memiliki hak bicara.
  • Apabila dalam masa reses ada masalah yang menyangkut tugas dan wewenang DPRD yang dianggap mendasar dan perlu diambil keputusan, pimpinan DPRD melalui Badan Musyawarah mengadakan rapat setelah konsultasi dengan pimpinan fraksi.

 

Pasal 57

 

  • Badan Musyawarah dapat mengambil keputusan atas suatu permasalahan.
  • Dalam hal Badan Musyawarah tidak bisa mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat(1), keputusan diserahkan kepada rapat Paripurna.

 

Bagian Keempat

Komisi

Paragraf 1

Kedudukan dan Susunan

 

Pasal 58

 

Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD

:

Pasal 59

 

  • Setiap anggota DPRD kecuali pimpinan DPRD, wajib menjadi anggota salah satu komisi.
  • Jumlah komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebanyak 4 (empat) komisi yaitu Komisi A, Komisi B, Komisi C, Komisi D;
  • Jumlah anggota setiap komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling banyak 11 orang.
  • Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris Komisi dipilih dari dan oleh anggota Komisi dan dilaporkan dalam rapat Paripurna DPRD;
  • Penempatan anggota DPRD dalam komisi dan perpindahannya ke komisi lain didasarkan atas usul fraksinya dan dapat dilakukan setiap awal tahun anggaran.
  • Keanggotaan dalam komisi diputuskan dalam rapat paripurna atas usul fraksi pada awal tahun anggaran.
  • Apabila pemilihan pimpinan komisi tidak mencapai musyawarah mufakat sebagai mana dimaksud pada ayat (4), maka pemilihan pimpinan komisi dilakukan melalui suara terbanyak.
  • Pemilihan pimpinan komisi sebagai mana dimaksud pada ayat (7) dilakukan dalam rapat komisi yang dipimpin oleh pimpinan DPRD setelah penetapan susunan dan keanggotaan komisi, selanjutnya dilaporkan dalam rapat paripurna DPRD.
  • Masa jabatan pimpinan komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan paling lama 2 ½(dua setengah) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan dalam komisi yang sama.
  • Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota komisi yang digantikan.

 

Bagian Kedua

Paragraf 2

Tugas dan Kewajiban Komisi

 

Pasal 60

 

  • Komisi mempunyai tugas dan kewajiban :
  1. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. menyusun rencana kerja komisi pada setiap awal masa persidangan pertama, masa persidangan kedua, dan masa persidangan ketiga, dan melaporkan kepada pimpinan DPRD;
  3. melaporkan secara tertulis hasil kerjanya pada setiap akhir masa persidangan pertama, akhir masa persidangan kedua dan akhir masa persidangan ketiga kepada pimpinan DPRD melalui rapat paripurna DPRD;
  4. melakukan pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah dan rancangan keputusan DPRD;
  5. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD sesuai dengan ruang lingkup tugas Komisi;
  6. membantu pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan oleh Bupati dan/atau masyarakat kepada DPRD;
  7. membahas nota dari Pimpinan DPRD surat-surat masuk dan pengaduan masyarakat;
  8. menerima, menampung, dan membahas serta menindak lanjuti aspirasi masyarakat;
  9. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
  10. mengadakan peninjauan dan kunjungan kerja yang dianggap perlu oleh komisi yang bersangkutan atas persetujuan Pimpinan DPRD ;
  11. mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat;
  12. mengajukan usul dan/atau usul inisiatif raperda kepada pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing komisi;

 

Pasal 61

 

  • Dalam hal pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf d, e, f dan g, berdasarkan hasil rapat komisi dan/atau rapat gabungan komisi, terhadap permasalahan-permasalahan yang perlu ditindaklanjuti oleh Bupati, komisi dan/atau gabungan komisi menyampaikan nota kepada pimpinan DPRD sebagai rekomendasi kepada Bupati .
  • Nota komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti oleh Pimpinan DPRD selambat lambatnya 10 (sepuluh)
  • Bupati menyampaikan kepada DPRD rencana tindak lanjut atas rekomendasi DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak diterimanya rekomendasi DPRD oleh Bupati.
  • Dalam hal pimpinan DPRD memutuskan untuk tidak menindaklanjuti nota komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPRD memberikan keterangan kepada komisi perihal alasan pengambilan keputusan tersebut.
  • Dalam hal komisi tidak dapat menerima alasan pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka komisi dapat mengusulkan agenda pembahasan hal tersebut dalam Rapat Badan Musyawarah atas usulan fraksi-fraksi dengan menghadirkan komisi yang bersangkutan.
  • Dalam hal menjalankan tugas dan kewajibannya setiap komisi didampingi oleh tenaga pendamping bersifat tetap yang disediakan oleh sekretariat.

 

Bagian Ketiga

Paragraf 3

Bidang Tugas Komisi

 

Pasal 62

 

  • Komisi DPRD terdiri dari :
  1. Komisi A : Bidang Hukum dan Pemerintahan;
  2. Komisi B : Bidang Perekonomian dan Keuangan;
  3. Komisi C : Bidang Pembangunan;
  4. Komisi D : Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Kesejahteraan Sosial.
  • Ruang lingkup tugas komisi yaitu :
  1. Komisi A, meliputi :
  • Hukum, Perundang-undangan, dan Hak Asasi Manusia;
  • Pemerintahan;
  • Keamanan dan Ketertiban;
  • Kependudukan dan Transmigrasi;
  • Penerangan dan Informasi;
  • Kepegawaian/Aparatur;
  • Perizinan;
  • Sosial Politik;
  • Organisasi kemasyarakatan;
  • Pertanahan dan Asset.
  1. Komisi B, meliputi :
  • Perdagangan dan Perindustrian;
  • Pertanian (Tanaman Pangan, Perikanan, dan Peternakan);
  • Pengadaan Pangan;
  • Koperasi dan Dunia Usaha;
  • Keuangan Daerah;
  • Pendapatan Asli Daerah;
  • Perbankan;
  • Perusahaan Daerah;
  • Perusahaan Patungan;
  • Penanaman Modal.
  1. Komisi C, meliputi :
  • Pekerjaan Umum;
  • Tata Ruang;
  • Bangunan Gedung;
  • Perhubungan dan Telekomunikasi;
  • Sumber Daya Alam dan Energi;
  • Perumahan Rakyat;
  • Lingkungan Hidup;
  • Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
  1. Komisi D, meliputi :
  • Pendidikan;
  • Kesehatan dan Keluarga Berencana;
  • Ketenagakerjaan;
  • Pemuda dan Olah Raga;
  • Agama;
  • Kebudayaan;
  • Pariwisata;
  • Sosial;
  • Peranan Wanita;
  • HIV/AIDS dan Narkotika.

 

Bagian Kelima

Badan Kehormatan

Paragraf 1

Kedudukan dan Susunan

 

Pasal 63

 

Badan Kehormatan merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap yang dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan DPRD.

 

Pasal 64

 

  • Anggota Badan Kehormatan dipilih dari dan oleh anggota DPRD sebanyak 5 orang anggota DPRD.
  • Pimpinan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan.
  • Anggota Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam rapat paripurna berdasarkan usul dari masing-masing fraksi.
  • Untuk memilih anggota Badan Kehormatan, masing-masing fraksi berhak mengusulkan 1 (satu) orang calon anggota Badan Kehormatan.
  • Masa tugas anggota Badan Kehormatan paling lama 2 ½ (dua setengah tahun), dan sesudahnya dapat dipilih kembali.
  • Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota Badan Kehormatan yang digantikan.
  • Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh sekretariat DPRD.

 

Paragraf 2

Tugas dan Wewenang Badan Kehormatan

 

Pasal 65

 

  • Badan Kehormatan mempunyai tugas :
  1. memantau dan mengevaluasi disiplin dan/atau kepatuhan terhadap moral, kode etik, dan/atau peraturan tata tertib DPRD dalam rangka menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD;
  2. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap peraturan tata tertib dan kode etik DPRD;
  3. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan pimpinan DPRD, anggota DPRD, dan/atau masyarakat; dan
  4. melaporkan keputusan Badan Kehormatan atas hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c kepada rapat paripurna DPRD
  • Dalam melaksanakan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kehormatan dapat meminta bantuan dari ahli independen.

 

Pasal 66

 

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65, Badan Kehormatan berwenang :

  1. memanggil anggota DPRD yang diduga melakukan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan tata tertib DPRD untuk memberikan klarifikasi atau pembelaan atas pengaduan dugaan pelanggaran yang dilakukan;
  2. meminta keterangan pengadu, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait, termasuk untuk meminta dokumen atau bukti lain; dan
  3. menjatuhkan sanksi kepada anggota DPRD yang terbukti melanggar kode etik dan/atau peraturan tata tertib DPRD.

 

Pasal 67

 

  • Badan Kehormatan menjatuhkan sanksi kepada anggota DPRD yang terbukti melanggar kode etik dan/atau peraturan tata tertib DPRD berdasarkan hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi oleh Badan Kehormatan;
  • Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
  1. teguran lisan;
  2. teguran tertulis;
  3. pemberhentian sebagai pimpinan alat kelengkapan DPRD; atau
  4. pemberhentian sebagai anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
  • Keputusan Badan Kehormatan mengenai penjatuhan sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau pemberhentian sebagai Pimpinan alat kelengkapan DPRD disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada anggota DPRD yang bersangkutan, pimpinan fraksi, dan pimpinan partai politik yang bersangkutan.
  • Keputusan Badan Kehormatan mengenai penjatuhan sanksi berupa pemberhentian sebagai anggota DPRD diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 68

 

  • Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c, disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPRD disertai identitas pengadu yang jelas dengan tembusan kepada BadanKehormatan.
  • Pimpinan DPRD wajib menyampaikan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Badan Kehormatan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal pengaduan diterima.
  • Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pimpinan DPRD tidak menyampaikan pengaduan kepada Badan Kehormatan, Badan Kehormatan melakukan koordinasi dengan Pimpinan DPRD.
  • Dalam hal pengaduan tidak disertai dengan identitas pengadu yang jelas, pimpinan DPRD tidak meneruskan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Badan Kehormatan.

 

Pasal 69

 

  • Setelah menerima pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, Badan Kehormatan melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi.

 

  • Penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara meminta keterangan dan penjelasan kepada pengadu, saksi, teradu, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait, dan/atau memverifikasi dokumen atau bukti lain yang terkait.
  • Hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi.

(4)   Pimpinan DPRD dan/atau Badan Kehormatan menjamin kerahasiaan hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

 

Pasal 70

 

  • Dalam hal hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) menyatakan bahwa teradu terbukti bersalah, Badan Kehormatan menjatuhkan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahannya.
  • Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Badan Kehormatan dan dilaporkan kepada rapat paripurna DPRD.
  • Dalam hal keputusan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian sebagai nggota DPRD, pimpinan DPRD menyampaikan keputusan tersebut kepada pimpinan partai politik yang bersangkutan.
  • Pimpinan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak keputusan Badan Kehormatan diterima, menyampaikan keputusan dan usul pemberhentian anggotanya kepada pimpinan DPRD.
  • Dalam hal pimpinan partai politik tidak menyampaikan keputusan dan usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pimpinan DPRD menyampaikan usul pemberhentian anggota DPRD tersebut berdasarkan keputusan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada gubernur melalui Bupati.
  • Gubernur meresmikan pemberhentian anggota berdasarkan usul pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (5).

 

Bagian Keenam

Badan Anggaran

Paragraf 1

Kedudukan dan Susunan

 

Pasal 71

 

Badan Anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.

 

Pasal 72

 

  • Anggota Badan Anggaran diusulkan oleh masing-masing fraksi dengan mempertimbangkan keanggotaannya dalam tiap-tiap Komisi dan paling banyak ½ (satu perdua) dari jumlah anggota DPRD.
  • Ketua dan wakil ketua DPRD karena jabatannya adalah pimpinan Badan Anggaran merangkap Anggota.

(3)    Susunan keanggotaan, ketua, dan wakil ketua Badan Anggaran ditetapkan dalam rapat paripurna.

(4)    Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah sekretaris Badan Anggaran dan bukan sebagai anggota.

(5)    Penempatan anggota DPRD dalam Badan Anggaran dan perpindahannya ke alat kelengkapan DPRD lainnya didasarkan atas usul fraksi dan dapat dilakukan setiap awal tahun anggaran.

 

 

 

Pasal 73

 

Pembahasan APBD dan perubahan APBD oleh Badan Anggaran memperhatikan nota komisi-komisi.

 

Paragraf 2

Tugas Badan Anggaran

 

Pasal 74

 

Badan Anggaran mempunyai tugas :

  1. memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada Bupati dalam mempersiapkan Rancangan APBD paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD.
  2. melakukan konsultasi yang dapat diwakili oleh anggotanya kepada Komisi terkait untuk memperoleh masukan dalam rangka pembahasan Rancangan Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara;
  3. memberikan saran dan pendapat kepada Bupati dalam mempersiapkan rancangan peraturan daerah tentang Perubahan APBD dan rancangan peraturan daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD;
  4. melakukan penyempurnaan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD berdasarkan hasil evaluasi gubernur bersama tim anggaran pemerintah daerah;
  5. melakukan pembahasan bersama tim anggaran pemerintah daerah terhadap Rancangan Kebijakan Umum APBD serta Rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang disampaikan oleh Bupati; dan
  6. memberikan saran kepada pimpinan DPRD dalam penyusunan anggaran belanja DPRD.

 

Bagian Ketujuh

Badan Legislasi Daerah

Paragraf 1

Kedudukan dan Susunan

 

Pasal 75

 

Badan Legislasi Daerah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap yang dibentuk dalam rapat Paripurna DPRD.

 

Pasal 76

 

  • Susunan dan keanggotaan Badan Legislasi Daerah dibentuk pada permulaan masa keanggotaan DPRD dan permulaan tahun sidang
  • Jumlah anggota Badan Legislasi Daerah ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota komisi.
  • Jumlah anggota Badan Legislasi Daerah setara dengan jumlah anggota satu komisi di DPRD yang bersangkutan.
  • Anggota Badan Legislasi Daerah diusulkan masing-masing fraksi.
  • Pimpinan Badan Legislasi Daerah terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi Daerah berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.
  • Apabila pemilihan pimpinan legislasi tidak mencapai musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (5), maka pemilihan pimpinan legislasi dilakukan melalui suara terbanyak.
  • Pemilihan pimpinan legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan dalam rapat yang dipimpin oleh pimpinan DPRD setelah penetapan susunan dan keanggotaan, selanjutnya dilaporkan dalam rapat paripurna DPRD.

(8)    Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah sekretaris Badan Legislasi Daerah bukan anggota.

(9)    Masa jabatan pimpinan Badan Legislasi Daerah paling lama 2 ½ (dua setengah) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.

(10)  Keanggotaan Badan Legislasi Daerah dapat diganti pada setiap tahun anggaran.

(11)  Susunan keanggotaan Badan Legislasi Daerah ditetapkan dengan keputusan DPRD.

 

Paragraf 2

Tugas

 

Pasal 77

 

Badan Legislasi Daerah mempunyai tugas :

  1. Menyusun rancangan program legislasi daerah yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD;
  2. Koordinasi untuk penyusunan program legislasi daerah antara DPRD dan pemerintah daerah;
  3. Menyiapkan rancangan peraturan daerah usul DPRD berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;
  4. Melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah yang diajukan anggota, komisi dan/atau gabungan komisi sebelum rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada pimpinan DPRD;
  5. Memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh anggota,komisi dan/atau gabungan komisi, di luar prioritas rancangan peraturan daerah tahun berjalan atau di luar rancangan peraturan daerah yang terdaftar dalam program legislasi daerah;
  6. Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan peraturan daerah melalui koordinasi dengan komisi dan/atau Panitia Khusus;
  7. Memberikan masukan kepada pimpinan DPRD atas rancangan peraturan daerah yang ditugaskanoleh Badan Musyawarah; dan
  8. Membuat laporan kinerja pada masa akhir keanggotaan DPRD baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi pada masa keanggotaan berikutnya.

 

Bagian Kedelapan

Alat Kelengkapan Lain

Paragraf 1

Kedudukan dan Susunan

 

Pasal 78

 

  • Dalam hal diperlukan, DPRD dapat membentuk alat kelengkapan lain berupa Panitia Khusus.

(2)    Panitia Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tidak tetap.

(3)    Panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dalam rapat paripurna DPRD atas usul anggota setelah mendengar pertimbangan Badan Musyawarah.

(4)    Pembentukan panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan DPRD.

(5)    Jumlah anggota panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan mempertimbangkan jumlah anggota setiap komisi yang terkait dan disesuaikan dengan program/kegiatan serta kemampuan anggaran DPRD.

(6)    Anggota panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5), terdiri atas anggota komisi terkait yang diusulkan oleh masing-masing fraksi.

(7)    Ketua dan wakil ketua panitia khusus dipilih dari dan oleh anggota Panitia Khusus.

(8)    Setiap Anggota DPRD tidak dapat merangkap menjadi Anggota lebih dari satu Panitia Khusus yang dibentuk dalam Rapat Paripurna yang sama.

(9)    Panitia khusus dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh sekretariat DPRD.

 

Paragraf 2

Kewajiban dan Tugas Panitia Khusus

 

Pasal 79

 

  • Panitia Khusus berkewajiban menyelesaikan tugas dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan dengan keputusan DPRD dan melaporkan hasilnya dalam rapat Paripurna setelah terlebih dahulu dibahas dalam forum rapat Badan Musyawarah.
  • Panitia Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas :
  1.  Menangani permasalahan dan persoalan yang memerlukan penelitian dan   penyelesaian secara khusus;
  2. Membahas rancangan Peraturan   Daerah, Rancangan Peraturan DPRD, dan Rancangan Keputusan DPRD;
  3. Melaporkan hasil rapat Panitia Khusus kepada Pimpinan DPRD dalam forum rapat Badan Musyawarah dan rapat Paripurna.

 

Pasal 80

 

Dalam rangka menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Panitia Khusus dapat :

  1. mengadakan rapat kerja dengan Bupati yang dapat diwakili oleh kepala SKPD terkait;
  2. mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan pejabat Pemerintah Daerah;
  3. mengadakan rapat dengar pendapat umum baik atas permintaan Panitia Khusus dan/atau Panitia Kerja;
  4. melakukan tugas atas putusan rapat Paripurna atau rapat Badan Musyawarah.

Pasal 81

 

(1)    Apabila tugas Panitia Khusus telah selesai, pimpinan DPRD membubarkan Panitia Khusus.

(2)    Apabila Panitia Khusus tidak dapat menyelesaikan tugasnya dalam waktu yang telah ditentukan, pimpinan DPRD setelah pembahasan dalam rapat Badan Musyawarah dapat memperpanjang masa tugas Panitia Khusus.

(3)    Apabila pimpinan DPRD menentukan tidak akan memperpanjang waktu sebagaimana dimaksud ayat (2), pimpinan DPRD setelah mendengar pertimbangan Badan Musyawarah membubarkan dan/atau membentuk Panitia Khusus yang baru.

 

BAB IX

PERSIDANGAN, RAPAT, DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Bagian Kesatu

Paragraf 1

Persidangan

 

Pasal 82

 

  • Pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD, tahun sidang DPRD dimulai pada saat pengucapan sumpah/janji anggota DPRD.
  • Tahun sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (l) terdiri atas 3 (tiga) masa persidangan.
  • Masa Persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi masa Persidangan I yaitu dimulai pada saat catur bulan I, catur bulan II, catur bulan III.
  • Masa Persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi masa sidang dan masa reses, kecuali pada persidangan terakhir dari satu periode keanggotaan DPRD dilakukan tanpa masa reses.
  • Masa reses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan paling lama 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) kali reses.
  • Masa reses dipergunakan oleh anggota DPRD secara perseorangan atau kelompok untuk mengunjungi daerah pemilihannya guna menyerap aspirasi masyarakat.

(7)    Anggota DPRD secara perseorangan atau kelompok wajib membuat laporan tertulis atas hasil pelaksanaan tugasnya pada masa reses sebagaimana dimaksud pada ayat (5), yang disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam rapat Paripurna.

(8)    Jadwal dan kegiatan acara selama masa reses sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan oleh Pimpinan DPRD setelah mendengar pertimbangan Badan Musyawarah.

 

Bagian Kedua

Paragraf 2

Rapat

 

Pasal 83

 

  • Jenis Rapat DPRD terdiri atas:
  1. rapat paripurna;
  2. rapat paripurna istimewa;
  3. rapat pimpinan DPRD;
  4. rapat fraksi;
  5. rapat konsultasi;
  6. rapat Badan Musyawarah;
  7. rapat komisi;
  8. rapat gabungan komisi;
  9. rapat Badan Anggaran;
  10. rapat Badan Legislasi Daerah;
  11. rapat Badan Kehormatan;
  12. rapat panitia khusus ;
  13. rapat kerja;
  14. rapat dengar pendapat; dan
  15. rapat dengar pendapat umum.
  • Rapat Paripurna merupakan forum rapat tertinggi anggota DPRD dalam pengambilan keputusan yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD.
  • Rapat Paripurna Istimewa merupakan rapat anggota DPRD yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua untuk melaksanakan acara tertentu dan tidak mengambil keputusan.

(4)    Rapat Pimpinan DPRD merupakan rapat para anggota Pimpinan DPRD yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD.

(5)    Rapat fraksi adalah rapat anggota fraksi yang dipimpin oleh pimpinan fraksi.

(6)    Rapat konsultasi adalah rapat antara Pimpinan DPRD dengan pimpinan fraksi dan pimpinan alat kelengkapan DPRD yang dipimpin oleh Pimpinan DPRD.

(7)    Rapat Badan Musyawarah merupakan rapat anggota Badan Musyawarah yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua Badan Musyawarah.

(8)    Rapat Komisi merupakan rapat anggota komisi yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Komisi.

(9)    Rapat gabungan Komisi merupakan rapat antar komisi yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD.

(10)  Rapat Badan Anggaran merupakan rapat anggota Badan Anggaran yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Badan Anggaran.

(11)  Rapat Badan Legislasi Daerah merupakan rapat anggota Badan Legislasi Daerah yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Badan Legislasi Daerah.

(12)  Rapat Badan Kehormatan merupakan rapat anggota Badan Kehormatan yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Badan Kehormatan.

(13)  Rapat panitia khusus merupakan rapat anggota panitia khusus yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua panitia khusus.

(14)  Rapat kerja merupakan rapat antara DPRD dan Bupati atau pejabat yang ditunjuk atau antara Badan Anggaran, Komisi, gabungan Komisi, atau Panitia Khusus dan Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

(15)  Rapat dengar pendapat merupakan rapat antara DPRD dan pemerintah daerah.

(16)  Rapat dengar pendapat umum merupakan rapat antara DPRD dan masyarakat baik lembaga/organisasi kemasyarakatan maupun perseorangan atau antara Komisi, gabungan Komisi, atau Panitia Khusus dan masyarakat baik lembaga/organisasi kemasyarakatan maupun perseorangan.

 

Pasal 84

 

  • Rapat paripurna dalam rangka penyampaian raperda disampaikan oleh Bupati dan/atau Wakil Bupati.
  • Rapat paripurna dalam rangka pengambilan keputusan raperda wajib dihadiri Bupati.

(3)    Rapat kerja dengan SKPD, kehadiran Kepala SKPD tidak dapat diwakilkan, kecuali dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dan dinyatakan secara tertulis.

(4)    Dalam hal kepala SKPD berhalangan hadir dalam rapat kerja sebagaimana dimaksud ayat (2), kepala SKPD menugaskan kepada pejabat dibawahnya untuk mewakili.

(5)    Terhadap hal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pimpinan alat kelengkapan DPRD berdasarkan persetujuan anggotanya, dapat memutuskan rapat kerja dilanjutkan/dilaksanakan atau tidak.

 

Pasal 85

 

  • Rapat Paripurna DPRD diadakan secara berkala paling sedikit 6 (enam) kali dalam 1 (satu) tahun masa sidang.

(2)    Rapat Paripurna selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan atas usul :

  1. Bupati;
  2. pimpinan alat kelengkapan DPRD; atau
  3. anggota dengan jumlah paling sedikit 1/5 (satu perlima) dari jumlah anggota DPRD yang mencerminkan lebih dari 1 (satu) fraksi.

(3)    Rapat Paripurna DPRD diselenggarakan atas undangan Ketua atau Wakil Ketua DPRD berdasarkan jadwal rapat yang telah ditetapkan oleh Badan Musyawarah.

 

Pasal 86

 

(1)   Hasil rapat Paripurna DPRD dituangkan dalam bentuk peraturan atau keputusan DPRD.

(2)   Hasil rapat pimpinan DPRD ditetapkan dalam keputusan pimpinan DPRD.

(3)   Peraturan atau keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan keputusan pimpinan DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4)   Peraturan atau keputusan DPRD dilaporkan kepada gubernur, paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah ditetapkan.

 

Pasal 87

 

Semua rapat di DPRD pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.

 

Pasal 88

 

  • Rapat DPRD yang bersifat terbuka meliputi rapat Paripurna DPRD, rapat Paripurna Istimewa, dan rapat dengar pendapat umum.
  • Rapat DPRD yang bersifat tertutup meliputi rapat pimpinan DPRD, rapat konsultasi, rapat Badan Musyawarah, rapat Badan Anggaran, dan rapat Badan Kehormatan.
  • Rapat DPRD yang bersifat terbuka dan dapat dinyatakan tertutup meliputi rapat Komisi, rapat gabungan Komisi, rapat Panitia Khusus, rapat Badan Legislasi Daerah, rapat kerja, dan rapat dengar pendapat.

 

Pasal 89

 

Rapat DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) dinyatakan tertutup oleh pimpinan rapat berdasarkan kesepakatan peserta rapat sesuai dengan substansi yang akan dibahas.

 

Pasal 90

 

  • Pembicaraan dalam rapat tertutup tidak boleh diumumkan.

(2)    Materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan, dilarang diumumkan oleh peserta rapat.

(3)    Setiap orang yang melihat, mendengar, atau mengetahui pembicaraan atau materi rapat tertutup yang harus dirahasiakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib merahasiakannya.

(4)    Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 91

 

  • Pimpinan rapat setelah membuka rapat memberitahukan surat masuk dan surat keluar untuk diberitahukan kepada peserta atau untuk dibahas dalam rapat, kecuali surat yang berkaitan dengan urusan kerumah tanggaan DPRD.

(2)    Pada setiap rapat DPRD dibuat risalah rapat yang memuat proses dan materi pembicaraan rapat.

(3)    Dalam hal rapat DPRD dinyatakan tertutup, risalah rapat wajib disampaikan oleh pimpinan rapat kepada pimpinan DPRD, kecuali rapat tertutup yang dipimpin langsung oleh pimpinan DPRD.

 

Pasal 92

 

Hari dan jam kerja DPRD ;

  • Pada siang hari, Hari Senin sampai dengan Hari Kamis, dari pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB dengan istirahat pukul 12.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB;
  • Hari Jum’at dari pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB dengan istirahat pukul 11.00 WIB sampai dengan pukul 13.30 WIB;
  • Pada malam hari dari pukul 19.30 WIB sampai dengan pukul 23.30 WIB pada setiap hari kerja.
  • Semua jenis rapat dilaksanakan gedung DPRD.
  • Pengecualian dari waktu dan tempat rapat yang tersebut pada ayat (1), ayat (2),ayat (3) dan ayat (4) ditentukan pimpinan rapat sesuai dengan kebutuhan.

 

Pasal 93

 

  • Rapat DPRD dilaksanakan di gedung DPRD.
  • Dalam hal rapat tidak dapat dilaksanakan di gedung DPRD karena kebutuhan atau alasan tertentu, rapat DPRD dapat dilaksanakan di tempat lain yang ditentukan oleh Pimpinan DPRD.

Pasal 94

 

  • Setiap anggota DPRD wajib menghadiri rapat DPRD, baik rapat paripurna maupun rapat alat kelengkapan sesuai dengan tugas dan kewajibannya.

(2)    Anggota DPRD yang menghadiri rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menandatangani daftar hadir rapat.

(3)    Undangan yang menghadiri rapat DPRD, disediakan daftar hadir rapat tersendiri.

(4)    Anggota DPRD yang hadir apabila akan meninggalkan ruangan rapat, wajib memberitahukan kepada pimpinan rapat.

 

Bagian Ketiga

Paragraf 3

Pengambilan Keputusan

 

Pasal 95

 

  • Pengambilan keputusan dalam rapat DPRD pada dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat.
  • Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

 

Pasal 96

 

Setiap rapat DPRD dapat mengambil keputusan apabila memenuhi kuorum.

 

Pasal 97

 

  • Rapat paripurna memenuhi kuorum apabila:
  1. dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD untuk mengambil persetujuan atas pelaksanaan hak angket dan hak menyatakan pendapat serta untuk mengambil keputusan mengenai usul pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah;
  2. dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD untuk memberhentikan pimpinan DPRD serta untuk menetapkan peraturan daerah dan APBD; atau
  3. dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPRD untuk rapat paripurna DPRD selain rapat sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.

(2)    Keputusan rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah apabila:

  1. disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a:
  2. disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPRD yang hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; atau
  3. disetujui dengan suara terbanyak, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.

(3)    Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, rapat ditunda paling banyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih dari 1 (satu) jam.

(4)    Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kuorum belum juga terpenuhi, pimpinan rapat dapat menunda rapat paling lama 3 (tiga) hari atau sampai waktu yang ditetapkan oleh Badan Musyawarah.

(5)    Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dan huruf b untuk pelasanaan hak angket, hak menyatakan pendapat, dan memberhentikan pimpinan DPRD, serta menetapkan peraturan daerah, rapat tidak dapat mengambil keputusan dan rapat paripurna DPRD tidak dapat diulang lagi.

(6)   Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk menetapkan APBD, rapat tidak dapat mengambil keputusan dan penyelesaiannya diserahkan kepada Gubernur.

(7)   Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, cara penyelesaiannya diserahkan kepada Pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi.

(8)    Setiap penundaan rapat, dibuat berita acara penundaan rapat yang ditandatangani oleh pimpinan rapat.

 

Pasal 98

 

(1)   Rapat alat kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, dan huruf l memenuhi kuorum apabila dihadiri secara fisik oleh paling sedikit 50% (lima puluh persen) ditambah 1 (satu) anggota alat kelengkapan yang bersangkutan dan lebih dari 1 (satu) fraksi.

(2)    Dalam hal rapat alat kelengkapan DPRD mengambil keputusan, keputusan dinyatakan sah apabila disetujui oleh suara terbanyak dari anggota alat kelengkapan yang hadir.

 

Pasal 99

 

Setiap keputusan rapat DPRD, baik berdasarkan musyawarah untuk mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak, merupakan kesepakatan untuk ditindaklanjuti oleh semua pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan.

 

BAB X

TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

Bagian Kesatu

Paragraf 1

Umum

 

Pasal 100

 

  • Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD atau Bupati.
  • Rancangan peraturan daerah yang berasal dari DPRD atau Bupati disertai penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik.

(3)   Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan berdasarkan program legislasi daerah.

(4)   Dalam keadaan tertentu, DPRD atau Bupati dapat mengajukan rancangan peraturan daerah diluar program legislasi daerah.

(5)    Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah perlunya menindaklanjuti keputusan pejabat atau lembaga yang berwenang mengenai pembatalan suatu peraturan daerah, atau adanya kebutuhan untuk menindaklanjuti suatu kebijakan nasional atau peraturan perundang – undangan yang bersifat segera.

 

Pasal 101

 

  • Rancangan peraturan daerah yang berasal dari DPRD dapat diajukan oleh anggota DPRD, Komisi, gabungan Komisi, atau Badan Legislasi Daerah.

(2)    Rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh anggota DPRD, Komisi, gabungan Komisi, atau Badan Legislasi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPRD disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik, daftar nama dan tanda tangan pengusul, dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat DPRD.

(3)    Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh pimpinan DPRD disampaikan kepada Badan Legislasi Daerah untuk dilakukan pengkajian.

(4)    Pimpinan DPRD menyampaikan hasil pengkajian Badan Legislasi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada rapat paripurna DPRD.

(5)    Rancangan peraturan daerah yang telah dikaji oleh Badan Legislasi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada semua anggota DPRD selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum rapat paripurna DPRD.

(6)    Dalam rapat paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) :

  1. pengusul memberikan penjelasan;
  2. fraksi dan anggota DPRD lainnya memberikan pandangan; dan
  3. pengusul memberikan jawaban atas pandangan fraksi dan anggota DPRD lainnya.

(7)    Rapat paripurna DPRD memutuskan usul rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berupa :

  1. Persetujuan;
  2. Persetujuan dengan pengubahan; atau
  3. Penolakan.

(8)    Dalam hal persetujuan dengan pengubahan, DPRD menugasi komisi, gabungan komisi, badan legislasi daerah, atau panitia khusus dan/atau Panitia Kerja untuk menyempurnakan rancangan peraturan daerah tersebut.

(9)    Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh DPRD disampaikan dengan surat Pimpinan DPRD kepada Bupati.

 

Pasal 102

 

  • Rancangan peraturan daerah yang berasal dari Bupati diajukan dengan surat Bupati kepada Pimpinan DPRD.
  • Rancangan peraturan daerah yang berasal dari Bupati disiapkan dan diajukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 103

 

Apabila dalam satu masa sidang, Bupati dan DPRD menyampaikan rancangan peraturan daerah mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh Bupati digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

 

Bagian Kedua

Paragraf 2

Tahap Pembicaraan

 

Pasal 104

 

(1)    Rancangan peraturan daerah yang berasal dari DPRD atau Bupati dibahas oleh DPRD dan Bupati untuk mendapatkan persetujuan bersama.

(2)    Pembahasan rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan yaitu pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II.

(3)    Pembicaraan tingkat I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :

  1. Dalam hal rancangan peraturan daerah berasal dari Bupati dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut :
  2. Penjelasan Bupati dalam rapat paripurna mengenai rancangan peraturan daerah;
  3. Pemandangan umum fraksi terhadap rancangan peraturan daerah; dan
  4. Tanggapan dan/atau Jawaban Bupati terhadap pemandangan umum fraksi.
  5. Dalam hal Rancangan peraturan daerah berasal dari DPRD dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut :
  6.    Penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan badan legislasi daerah, atau pimpinan panitia khusus dan/atau Panitia Kerja dalam rapat paripurna mengenai rancangan peraturan daerah;
  7. Pendapat Bupati terhadap rancangan peraturan daerah; dan
  8.    Tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat Bupati.
  9. Pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus yang dilakukan bersama dengan Bupati atau Pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya.

(4)    Pembicaraan Tingkat II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :

  1. Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului dengan :
  2. penyampaian laporan pimpinan komisi/pimpinan gabungan komisi/pimpinan panitia khusus yang berisi proses pembahasan, pendapat fraksi dan hasil pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c ; dan.
  3. permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat paripurna.
  4. Pendapat akhir kepala daerah

(5)    Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 2 tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

(6)    Dalam hal rancangan peraturan daerah tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD dan Bupati, rancangan peraturan daerah tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD masa itu.

 

Bagian Ketiga

Paragraf 3

Penetapan Rancangan Peraturan Daerah

 

Pasal 105

 

  • Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah.

(2)    Penyampaian rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

(3)    Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Bupati dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati.

(4)    Dalam hal rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak ditandatangani oleh Bupati dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh)hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama, maka rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi peraturan daerah dan wajib diundangkan dalam lembaran daerah.

(5)    Dalam hal sahnya rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka kalimat pengesahannya berbunyi : peraturan daerah ini dinyatakan sah.

(6)    Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dibubuhkan pada halaman terakhir peraturan daerah sebelum pengundangan naskah peraturan daerah ke dalam lembaran daerah.

(7)    Peraturan daerah berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah.

(8)    Rancangan peraturan daerah yang berkaitan dengan APBD, pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah sebelum ditetapkan harus dievaluasi oleh pemerintah dan/atau gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(9)    Peraturan daerah setelah diundangkan dalam lembaran daerah harus disampaikan kepada pemerintah dan/atau Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Bagian Keempat

Paragraf 4

Penarikan Rancangan Peraturan Daerah

 

Pasal 106

 

  • Rancangan peraturan daerah dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD dan

(2)   Penarikan kembali rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh DPRD, dilakukan dengan Keputusan Pimpinan DPRD dengan disertai alasan penarikan.

(3)   Penarikan kembali rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) oleh Bupati, disampaikan dengan surat Bupati disertai alasan penarikan.

(4)   Rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan Bupati.

(5)   Penarikan kembali rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat dilakukan dalam rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh Bupati.

(6)    Rancangan peraturan daerah yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi pada masa persidangan yang sama.

 

Pasal 107

 

Setiap kebijakan pemerintah Kabupaten yang membutuhkan persetujuan DPRD, tahap pembicaraan diberlakukan sama sebagaimana dimaksud pada Pasal 104 dan Pasal 105.

 

BAB XI

LARANGAN DAN SANKSI

Bagian Kesatu

Paragraf 1

Larangan

 

Pasal 108

 

(1)    Anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai :

  1. pejabat negara atau pejabat daerah lainnya;
  2. hakim pada badan peradilan; atau
  3. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia / Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBD.

(2)   Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPRD serta hak sebagai anggota DPRD.

(3)    Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta dilarang menerima gratifikasi.

 

 

 

 

 

Bagian Kedua

Sanksi

 

Pasal 109

 

  • Anggota DPRD yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada Pasal 36 dikenai sanksi berdasarkan keputusan Badan Kehormatan.
  • Anggota DPRD yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 108 ayat (1) dan/atau ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian sebagai anggota DPRD.
  • Anggota DPRD yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 108 ayat (3) berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikenai sanksi pemberhentian sebagai anggota DPRD.

 

Pasal 110

 

Jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) berupa :

  1. teguran lisan
  2. teguran tertulis; dan/atau
  3. diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan.

 

Pasal 111

 

Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan pengaduan kepada Badan Kehormatan DPRD dalam hal memiliki bukti yang cukup bahwa terdapat anggota DPRD yang tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan/atau melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108.

 

BAB XII

PEMBERHENTIAN ANTARWAKTU, PENGGANTIAN ANTAR WAKTU, DAN

PEMBERHENTIAN SEMENTARA

Bagian Kesatu

Paragraf 1

Pemberhentian Antar Waktu

 

Pasal 112

 

  • Anggota DPRD berhenti antarwaktu karena :
  1. meninggal dunia;
  2. mengundurkan diri; atau
  3. diberhentikan.
  • Anggota DPRD diberhentikan antar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, apabila :
  1. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPRD selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun.
  2. melanggar sumpah/janji jabatan dan Kode Etik DPRD;
  3. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun penjara atau lebih;
  4. tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPRD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
  5. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  6. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum;
  7. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini;
  8. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; atau;
  9. menjadi anggota partai politik lain;
  • Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pada ayat (2) juga berlaku bagi anggota DPRD yang berkedudukan sebagai Pimpinan DPRD dan/atau pimpinan alat kelengkapan DPRD.

 

Pasal 113

 

  • Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) huruf a dan huruf b serta pada ayat (2) huruf c, huruf e, huruf h, dan huruf i diusulkan oleh pimpinan partai politik kepada Pimpinan DPRD dengan tembusan kepada Gubernur.

(2)   Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPRD menyampaikan usul pemberhentian anggota DPRD kepada Gubernur melalui Bupati untuk memperoleh peresmian pemberhentian.

(3)   Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati menyampaikan usul tersebut kepada Gubernur.

(4)    Gubernur meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul pemberhentian anggota DPRD.

 

Pasal 114

 

  • Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, dan huruf g, dilakukan setelah adanya hasil penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan dalam keputusan Badan Kehormatan DPRD atas pengaduan dari Pimpinan DPRD, masyarakat dan/atau pemilih.
  • Keputusan Badan Kehormatan DPRD mengenai pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Badan Kehormatan DPRD kepada rapat Paripurna.
  • Paling lama 7 (tujuh) hari sejak keputusan Badan Kehormatan DPRD yang telah dilaporkan dalam rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pimpinan DPRD menyampaikan keputusan Badan Kehormatan DPRD kepada pimpinan partai politik yang bersangkutan.
  • Pimpinan partai politik yang bersangkutan menyampaikan keputusan tentang pemberhentian anggotanya kepada Pimpinan DPRD, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya keputusan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari Pimpinan DPRD.
  • Dalam hal pimpinan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak memberikan keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pimpinan DPRD meneruskan keputusan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Gubernur melalui Bupati untuk memperoleh peresmian pemberhentian.
  • Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Bupati menyampaikan keputusan tersebut kepada Gubernur.
  • Gubernur meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keputusan Badan Kehormatan DPRD atau keputusan pimpinan partai politik tentang pemberhentian anggotanya dari Bupati;

 

 

 

 

Bagian Kedua

Paragraf 2

 

Penggantian Antar waktu

 

Pasal 115

 

  • Anggota DPRD yang berhenti antar waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1 ) digantikan oleh calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama.

(2)    Dalam hal calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota, anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama.

(3)    Masa jabatan anggota DPRD pengganti antar waktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota DPRD yang digantikannya.

 

Pasal 116

 

(1)    Pimpinan DPRD menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan antar waktu dan meminta nama calon pengganti antar waktu dengan melampirkan foto kopi daftar calon tetap dan daftar peringkat perolehan suara partai politik yang bersangkutan yang telah dilegalisir kepada KPUD dengan tembusan kepada pimpinan partai politik yang bersangkutan.

(2)    KPUD menyampaikan nama calon pengganti antar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pimpinan DPRD paling lambat 5 (lima) hari sejak diterimanya surat Pimpinan DPRD.

(3)    Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama calon pengganti antar waktu dari KPUD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPRD setelah melakukan konfirmasi kepada pimpinan partai politik yang bersangkutan, menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antar waktu kepada Gubernur melalui Bupati untuk diresmikan pemberhentian dan pengangkatannya.

(4)    Dalam hal KPUD tidak menyampaikan nama calon pengganti antar waktu atau menyampaikan nama pengganti antarwaktu yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 112 ayat (1) atau ayat (2), Pimpinan DPRD berdasarkan hasil konfirmasi dengan pimpinan partai politik yang bersangkutan, menyampaikan nama calon pengganti antar waktu dari partai politik yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 112 ayat (1) atau ayat (2) kepada Gubernur melalui Bupati.

(5)    Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Bupati mengusulkan penggantian antar waktu kepada Gubernur untuk diresmikan pemberhentian dan pengangkatannya.

(6)    Paling lambat 14 (empat belas) hari sejak menerima usulan penggantian antarwaktu dari Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Gubernur meresmikan pemberhentian dan pengangkatan anggota DPRD.

(7)    Dalam hal Bupati tidak mengusulkan penggantian antar waktu kepada Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Gubernur meresmikan penggantian antar waktu anggota DPRD berdasarkan pemberitahuan dari Pimpinan DPRD.

(8)    Sebelum memangku jabatannya, anggota DPRD pengganti antar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh pimpinan DPRD, dengan tata cara dan teks sumpah/janji sebagaimana diatur dalam Pasal 7, 8, dan 9.

(9)    Penggantian antar waktu anggota DPRD tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota DPRD yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan.

(10)  Dalam hal pemberhentian antar waktu anggota DPRD dilaksanakan dalam waktu sisa masa jabatan anggota DPRD kurang dari 6 (enam) bulan, pemberhentian anggota DPRD tersebut diproses, dengan tidak dilakukan penggantian.

(11) Keanggotaan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (10), kosong sampai berakhirnya masa jabatan anggota DPRD.

 

Bagian Ketiga

Paragraf 3

 

Persyaratan dan Verifikasi Persyaratan

 

Pasal 117

 

  • Calon anggota DPRD pengganti antar waktu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  1. warga negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih;
  2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  3. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  4. cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia;
  5. berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA),Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat;
  6. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
  7. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
  8. sehat jasmani dan rohani;
  9. terdaftar sebagai pemilih;
  10. bersedia bekerja penuh waktu;
  11. mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional indonesia, anggota kepolisian negara republik indonesia, pengurus pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, serta badan yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali;
  12. bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPRD sesuai peraturan perundang-undangan;
  13. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, pengurus pada badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara;
  14. menjadi anggota partai politik peserta pemilu;
  15. dicalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan; dan
  16. dicalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan.
  • Kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPRD pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan :
  1. kartu tanda penduduk warga negara Indonesia;
  2. bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, STTB, syahadah, sertifikat, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah;
  3. surat keterangan tidak tersangkut perkara pidana dari kepolisian Negara Republik Indonesia setempat;

 

  1. surat keterangan berbadan sehat jasmani dan rohani;
  2. surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih;
  3. surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja penuh waktu yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup;
  4. surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPRD yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup;
  5. surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagai pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia, atau anggota kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, pengurus pada badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara;
  6. kartu tanda anggota partai politik peserta pemilu;
  7. surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan oleh 1 (satu) partai politik untuk 1 (satu) lembaga perwakilan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup; dan
  8. surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan pada 1 (satu) daerah pemilihan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup.
  • Selain kelengkapan berkas administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati dalam mengajukan usulan penggantian antar waktu anggota DPRD juga harus melampirkan :
  1. usul pemberhentian anggota DPRD karena alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 112 ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf e dan huruf i dari pimpinan partai politik disertai dengan dokumen pendukung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan danketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai politik;
  2. usul pemberhentian anggota DPRD karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (2) huruf c dari pimpinan partai politik yang disertai dengan salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  3. usul pemberhentian anggota DPRD karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (2) huruf h dari pimpinan partai politik disertai dengan salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dalam hal anggota partai politik yang bersangkutan mengajukan keberatan melalui pengadilan; atau
  4. keputusan dan usul pemberhentian sebagai anggota DPRD karena alasan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 112 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, dan huruf g dari pimpinan partai politik berdasarkan keputusan Badan Kehormatan DPRD setelah dilakukan penyelidikan dan verifikasi;
  5. foto kopi daftar calon tetap anggota DPRD pada pemilihan umum yang dilegalisir oleh KPU; dan
  6. foto kopi daftar peringkat perolehan suara partai politik yang mengusulkan penggantian antar waktu anggota DPRD yang dilegalisir oleh KPU.
  • Verifikasi kelengkapan berkas penggantian antar waktu anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dilakukan secara fungsional oleh unit kerja di masing-masing lembaga/instansi sesuai kewenangannya.

Bagian Keempat

Paragraf 4

Pemberhentian Sementara

 

Pasal 118

 

  • Anggota DPRD diberhentikan sementara karena :
  1. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; atau
  2. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus.
  • Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur melalui Bupati.
  • Apabila setelah 7 (tujuh) hari sejak anggota DPRD ditetapkan sebagai terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pimpinan DPRD tidak mengusulkan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sekretaris DPRD dapat melaporkan status terdakwa anggota DPRD yang bersangkutan kepada Bupati.
  • Bupati berdasarkan laporan Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengajukan usul pemberhentian sementara anggota DPRD yang bersangkutan kepada Gubernur.

(5)   Gubernur memberhentikan sementara sebagai anggota DPRD atas usul Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4).

(6)   Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud ayat (5) berlaku terhitung mulai tanggal anggota DPRD yang bersangkutan ditetapkan sebagai terdakwa.

(7)    Anggota DPRD yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan berupa uang representasi, uang paket, tunjangan keluarga, dan tunjangan beras serta tunjangan pemeliharaan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 119

 

(1)   Dalam hal anggota DPRD yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 berkedudukan sebagai Pimpinan DPRD, pemberhentian sementara sebagai anggota DPRD di ikuti dengan pemberhentian sementara sebagai Pimpinan DPRD.

(2)    Dalam hal Pimpinan DPRD diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), partai politik asal Pimpinan DPRD yang diberhentikan sementara mengusulkan kepada Pimpinan DPRD salah seorang anggota DPRD yang berasal dari partai politik sama untuk melaksanakan tugas Pimpinan DPRD yang diberhentikan sementara.

 

Pasal 120

 

  • Dalam hal anggota DPRD dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPRD yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat sebagai anggota DPRD.
  • Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku mulai tanggal putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
  • Dalam hal anggota DPRD dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagai mana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka anggota DPRD yang bersangkutan diaktifkankembali apabila masa jabatannya belum berakhir.

 

BAB XIV

KODE ETIK

Pasal 121

 

(1)    DPRD menyusun kode etik yang berisi norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota DPRD selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD.

(2)    Ketentuan mengenai kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan DPRD tentang kode etik.

(3)   Peraturan DPRD tentang kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat ketentuan tentang:

  1. pengertian kode etik;
  2. tujuan kode etik; dan
  3. pengaturan mengenai:
  4. sikap dan perilaku anggota DPRD;
  5. tata kerja anggota DPRD;
  6. tata hubungan antarpenyelenggara pemerintahan daerah;
  7. tata hubungan antaranggota DPRD;
  8. tata hubungan antara anggota DPRD dan pihak lain;
  9. penyampaian pendapat, tanggapan, jawaban, dan sanggahan;
  10. kewajiban anggota DPRD;
  11. larangan bagi anggota DPRD;
  12. hal-hal yang tidak patut dilakukan oleh anggota DPRD;
  13. sanksi dan mekanisme penjatuhan sanksi; dan
  14. rehabilitasi.

 

Pasal 122

 

Pengaturan mengenai sikap dan perilaku anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) huruf c angka 1 memuat ketentuan antara lain:

  1. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  2. mempertahankan keutuhan negara serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
  3. menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia;
  4. memiliki integritas tinggi dan jujur;
  5. menegakkan kebenaran dan keadilan;
  6. memperjuangkan aspirasi masyarakat tanpa memandang perbedaan suku, agama, ras, asal usul, golongan, dan jenis kelamin;
  7. mengutamakan pelaksanaan tugas dan kewajiban anggota DPRD daripada kegiatan lain di luar tugas dan kewajiban DPRD; dan
  8. menaati ketentuan mengenai kewajiban dan larangan bagi anggota DPRD sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 123

 

Pengaturan mengenai tata kerja anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) huruf c angka 2 memuat ketentuan antara lain:

  1. menunjukkan profesionalisme sebagai anggota DPRD;
  2. melaksanakan tugas dan kewajiban demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat;
  3. berupaya meningkatkan kualitas dan kinerja;
  4. mengikuti seluruh agenda kerja DPRD, kecuali berhalangan atas izin dari pimpinan fraksi;
  5. menghadiri rapat DPRD secara fisik;
  6. bersikap sopan dan santun serta senantiasa menjaga ketertiban pada setiap rapat DPRD;
  7. menjaga rahasia termasuk hasil rapat yang disepakati untuk dirahasiakan sampai dengan dinyatakan terbuka untuk umum;
  8. memperoleh izin tertulis dari pejabat yang berwenang untuk perjalanan ke luar negeri, baik atas beban APBD maupun pihak lain;
  9. melaksanakan perjalanan dinas atas izin tertulis dan/atau penugasan dari pimpinan DPRD, serta berdasarkan ketersediaan anggaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
  10. tidak menyampaikan hasil dari suatu rapat DPRD yang tidak dihadirinya kepada pihak lain; dan
  11. tidak membawa anggota keluarga dalam perjalanan dinas, kecuali atas alasan tertentu dan seizin pimpinan DPRD.

 

Pasal 124

Pengaturan mengenai tata hubungan antar penyelenggara pemerintahan daerah sebagai mana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) huruf c angka 3, tata hubungan antar anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) huruf c angka 4, serta tata hubungan antara anggota DPRD dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) huruf c angka 5 memuat ketentuan antara lain anggota DPRD bersikap adil, terbuka, akomodatif, responsif, dan profesional dalam hubungan kemitraan, serta menghormati lembaga DPRD dan lembaga penyelenggara pemerintahan lainnya.

 

Pasal 125

 

Pengaturan mengenai penyampaian pendapat, tanggapan, jawaban, dan sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) huruf c angka 6 memuat ketentuan antara lain memperhatikan tata krama, etika, moral, sopan santun, dan kepatutan sebagai wakil rakyat.

 

Pasal 126

 

Pengaturan mengenai kewajiban anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) huruf c angka 7 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 127

 

Pengaturan mengenai larangan bagi anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) huruf c angka 8 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 128

 

Pengaturan mengenai hal-hal yang tidak patut dilakukan oleh anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) huruf c angka 9 memuat ketentuan mengenai sikap, perilaku, dan ucapan yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, kesopanan dan adat budaya setempat.

 

Pasal 129

 

Pengaturan mengenai sanksi dan mekanisme penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) huruf c angka 10 serta rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) huruf c angka 11 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

BAB XV

PELAKSANAAN KONSULTASI

 

Pasal 130

 

  • Konsultasi antara DPRD dengan Bupati dilaksanakan dalam bentuk pertemuan antara Pimpinan DPRD dengan Bupati.
  • Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam rangka :
  1. Pembicaraan awal mengenai materi muatan rancangan peraturan daerah dan/atau rancangan kebijakan umum anggaran serta prioritas dan plafon anggaran sementara dalam rangka penyusunan rancangan APBD;
  2. Pembicaraan mengenai penanganan suatu masalah yang memerlukan keputusan/ kesepakatan bersama DPRD dan pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan; atau
  3. Permintaan penjelasan mengenai kebijakan atau program kerja tertentu yang ditetapkan atau dilaksanakan oleh Bupati.
  • Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan DPRD didampingi oleh pimpinan alat kelengkapan DPRD yang terkait dengan materi konsultasi dan Bupati didampingi oleh pimpinan perangkat daerah yang terkait.
  • Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan secara berkala atau sesuai dengan kebutuhan.
  • Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan, baik atas prakarsa Pimpinan DPRD maupun Bupati.
  • Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan dalam rapat Paripurna DPRD.

 

Pasal 131

 

(1)    Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 juga dapat dilaksanakan dengan Pimpinan instansi vertikal di daerah.

(2)   Pimpinan DPRD dapat membuat kesepakatan dengan pimpinan instansi vertikal di daerah mengenai mekanisme konsultasi antara DPRD dengan instansi vertikal tersebut.

 

BAB XVI

ASPIRASI DAN PENGADUAN MASYARAKAT

 

Pasal 132

 

(1)    Pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD, anggota DPRD atau fraksi di DPRD menerima, menampung, menyerap, dan menindaklanjuti pengaduan dan/atau aspirasi masyarakat yang disampaikan secara langsung atau tertulis tentang suatu permasalahan, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan DPRD.

(2)    Pengaduan dan /atau aspirasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan proses administratif oleh Sekretariat DPRD dan diteruskan kepada Pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD yang terkait, anggota DPRD, atau fraksi di DPRD.

(3)   Pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD yang terkait, atau fraksi di DPRD dapat menindak lanjuti pengaduan dan/atau aspirasi sesuai dengan kewenangannya.

(4)   Anggota DPRD dapat menindaklanjuti pengaduan dan/atau aspirasi kepada pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD yang terkait, atau fraksinya.

(5)   Dalam hal diperlukan, pengaduan dan/atau aspirasi masyarakat dapat ditindak lanjuti dengan :

  1. Rapat dengar pendapat umum;
  2. Rapat dengar pendapat;
  3. Kunjungan kerja; atau
  4. Rapat kerja alat kelengkapan DPRD dengan mitra kerjanya.

(6) Tata cara penerimaan dan tindak lanjut pengaduan dan/atau aspirasi masyarakat diatur oleh sekretaris DPRD dengan persetujuan pimpinan DPRD.

  • Pengaturan lebih lanjut mengenai teknis penyampaian aspirasi dan pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan oleh Sekretaris DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Peraturan DPRD tentang Tata Tertib ini ditetapkan.

 

BAB XVII

PELAKSANAAN TUGAS KELOMPOK PAKAR ATAU TIM AHLI

 

Pasal 133

 

  • Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPRD, dibentuk kelompok pakar atau tim ahli;
  • Kelompok pakar atau tim ahli paling banyak sesuai dengan jumlah alat kelengkapan DPRD
  • Kelompok pakar atau tim ahli paling sedikit memenuhi persyaratan :
  1. berpendidikan serendah-rendahnya strata satu (S1) dengan pengalaman kerja paling singkat 5 (lima) tahun, strata dua (S2) dengan pengalaman kerja paling singkat 3 (tiga) tahun, atau strata tiga (S3) dengan pengalaman kerja paling singkat 1 (satu) tahun.
  2. Menguasai bidang yang diperlukan; dan
  3. Menguasai tugas dan fungsi DPRD.
  • Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk sesuai dengan kebutuhan/kegiatan tertentu atas usul anggota DPRD dan kemampuan keuangan daerah.
  • Masa kerja kolompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat tidak tetap atau sesuai dengan kegiatan yang memerlukan dukungan kelompok pakar atau tim ahli.
  • Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (4) diangkat dan diberhentikan dengan keputusan Sekretaris DPRD
  • Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja sesuai dengan pengelompokkan tugas dan wewenang DPRD yang tercermin dalam alat kelengkapan DPRD .

 

BAB XVIII

SURAT KELUAR DAN SURAT MASUK

Bagian Kesatu

Paragraf 1

Ketentuan Umum

 

Pasal 134

 

Tata cara pencatatan surat masuk dan surat keluar serta penanganan selanjutnya baik surat yang bersifat terbuka, tertutup maupun rahasia, diatur oleh Sekretaris DPRD sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Bagian kedua

Paragraf 2

Surat Masuk

 

Pasal 135

 

  • Surat yang dialamatkan kepada DPRD, selain untuk fraksi diterima oleh Sekretariat DPRD dan segera dicatat serta diberi nomor agenda.
  • Surat masuk kecuali yang menyangkut tugas intern Sekretariat DPRD segera dijawab oleh Sekretaris DPRD atas nama Pimpinan DPRD, yang memberitahukan kepada pengirim bahwa suratnya telah diterima, dan apabila masalahnya sedang dalam proses pengolahan, hal ini dapat diberitahukan kepada pengirim surat.
  • Surat yang dialamatkan kepada fraksi dan yang diterima oleh Sekretariat DPRD dicatat tanpa dibuka dan diteruskan kepada fraksi yang bersangkutan.

 

Pasal 136

 

  • Surat masuk beserta tembusan surat jawaban, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (2), disampaikan oleh Sekretaris DPRD kepada Pimpinan DPRD.
  • Pimpinan DPRD menentukan apakah surat masuk tersebut sesuai dengan permasalahannya akan ditangani sendiri atau diteruskan kepada alat kelengkapan DPRD dan/atau pimpinan fraksi;
  • Apabila pimpinan DPRD memandang perlu, surat masuk dapat diperbanyak dan dibagikan kepada seluruh anggota.

 

Pasal 137

 

  • Sekretariat pada alat kelengkapan DPRD setelah menerima surat membuat daftar penerimaan surat, yang memuat dengan singkat pokok isi surat, dan segera menyampaikannya kepada pimpinan alat kelengkapan DPRD yang bersangkutan.
  • Pimpinan alat kelengkapan DPRD dalam rapat pimpinan membicarakan isi surat masuk serta cara penyelesaian selanjutnya.
  • Apabila Pimpinan DPRD memerlukan penjelasan tentang isi surat jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), masalahnya akan dibicarakan dengan pimpinan alat kelengkapan DPRD yang

 

Bagian Ketiga

Paragraf 3

Surat Keluar

 

Pasal 138

 

  • Konsep surat jawaban dan/atau tanggapan terhadap surat masuk yang dibuat oleh alat kelengkapan DPRD disampaikan kepada pimpinan DPRD melalui Sekretaris DPRD.
  • Apabila isi surat jawaban yang dibuat oleh alat kelengkapan DPRD disetujui oleh Pimpinan DPRD, surat jawaban tersebut segera dikirimkan kepada alamat yang bersangkutan.
  • Apabila isi surat jawaban, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak disetujui oleh Pimpinan DPRD, masalahnya akan dibicarakan dengan pimpinan alat kelengkapan DPRD yang
  • Apabila isi surat yang dibuat oleh alat kelengkapan DPRD bersifat rahasia dan disetujui oleh pimpinan DPRD, maka penomoran dan pengiriman suratnya diberlakukan secara khusus.
  • Apabila pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak menghasilkan kesepakatan, masalahnya diajukan kepada Badan Musyawarah untuk ditentukan penyelesaian selanjutnya.

 

Pasal 139

 

  • Surat keluar, termasuk surat undangan rapat DPRD, ditandatangani oleh salah seorang pimpinan DPRD atau Sekretaris DPRD atas nama Pimpinan DPRD.
  • Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Pimpinan DPRD.

 

Pasal 140

 

  • Pengiriman surat keluar dilakukan oleh Sekretariat DPRD.
  • Sebelum dikirim kepada alamat yang bersangkutan, semua surat keluar dicatat dan diberi nomor
  • Sekretariat DPRD menyampaikan tembusan surat keluar kepada alat kelengkapan DPRD yang bersangkutan dan kepada pihak yang dipandang perlu.
  • Apabila pimpinan DPRD memandang perlu, surat keluar dapat diperbanyak dan dibagikan kepada seluruh anggota.

 

Bagian Keempat

Paragraf 4

Arsip Surat

 

Pasal 141

 

Tata cara penyusunan arsip surat masuk dan surat keluar diatur oleh sekretaris DPRD.

 

 

 

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

 

Pasal 142

 

Dengan ditetapkannya Peraturan DPRD ini maka:

 

  • Susunan dan kedudukan Pimpinan dan Anggota Alat Kelengkapan DPRD diluar Pimpinan DPRD harus sudah menyesuaikan paling lambat 60 hari sejak tanggal ditetapkan Peraturan ini.
  • Masa tugas Alat Kelengkapan DPRD yang bersifat tidak tetap (Panitia Khusus dan/atau Panitia Kerja) masih tetap berlaku sampai diterimanya laporan kerja dan dinyatakan dibubarkan oleh Rapat Paripurna.

 

BAB XXI

KETENTUAN PENUTUP

 

Pasal 143

 

Pada saat Peraturan DPRD ini mulai berlaku, Peraturan DPRD Kabupaten Ponorogo Nomor 01 Tahun 2010 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

Pasal 144

 

Peraturan DPRD ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

 

Ditetapkan di :   Ponorogo

pada tanggal   :   17 Oktober 2014

 

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATENPONOROGO

Ketua,

 

 

 

 

  1. ALI MUFTHI, S.Ag