Rapat yang berlangsung sekitar dua jam tersebut, diketahui data forum GTT/PTT, saat ini tercatat ada sekitar 2.493 GTT/PTT untuk jenjang TK dan SD Negeri di Ponorogo. Sedangkan untuk SMP Negeri jumlahnya dipastikan lebih dari 400 orang. Para guru tidak tetap dan pegawai tidak tetap ini menuntut kepada pemerintah agar status mereka segera dilegalkan dengan dibuatkan SK Bupati, pasalnya ribuan GTT/ PTT di Ponorogo sejak dulu hingga sekarang SK yang dimiliki mereka masih sebatas SK kepala sekolah.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Ponorogo saat dikonfirmasi sejumlah awak media mengatakan berjanji akan memperjuangkan nasib ribuan guru tidak tetap dan pegawai tidak tetap (GTT/PTT) sekolah negeri,
“ Akan terus kami upayakan untuk memperjuangkan agar para GTT/ PTT bisa mendapatkan SK dari bupati,’’ kata Wakil Ketua Komisi D DPRD Ponorogo Moh. Ubahil Islam
Ubahil memahami tuntutan yang diajukan ribuan GTT/PTT tersebut. Karena sejak awal mengabdi mereka hanya memiliki pegangan berupa SK dari kepala sekolah. Padahal kekuatan hukum SK tersebut kurang kuat, Wakil Ketua Komisi D juga menjelaskan bahwa untuk melegalkan itu tidak mudah karena berbenturan dengan PP Nomor 48/2005 tentang penangkatan tenaga honorer. ‘’Tapi, ada klausul lain dalam PP itu yang mengatakan jika daerah mampu bisa mengangkat tenaga honorer,’’ jelasnya.
Pernyataan Ubahil itu merujuk beberapa daerah lain misalnya di Probolinggo, Bojonegoro, Bekasi, Tangerang dan sebagainya. Di sana, kepala daerah berani mengangkat tenaga honorer dan membayar sesuai dengan kemampuan daerah. Memang, Ubahil tak memungkiri beberapa daerah tersebut merupakan kawasan industri dan secara pendapatan tidak diragukan lagi kemampuannya membiayai honorer. Kondisi tersebut memang jelas beda jika dibandingkan dengan di Ponorogo.
Ubahil mengatakan sebenarnya yang diharapkan para GTT/PTT tersebut bukan soal honor, karena jelas secara APBD pasti berat bagi daerah untuk memberikan yang layak. Namun, mereka membutuhkan SK bupati agar bisa mendapatkan sertifikasi. Dari sekian ribu GTT/PTT tersebut, ternyata banyak yang sudah memenuhi syarat untuk mendapatkan sertifikasi. Misalnya sudah mengajar 24 jam sepekan, masa kerja lebih dari lima tahun dan pendidikan linier. Karena itu, Komisi D akan berupaya dengan memberikan masukan kepada bupati melalui kepala Dispendik Ponorogo. Setidaknya dengan beberapa referensi daerah yang sudah menerapkan pengangkatan honorer itu bisa menjadi pertimbangan bupati nantinya. Ubahil juga merasa kasihan dengan nasib para GTT/PTT yang selama ini hanya menggantungkan nasibnya pada dana BOS yang besarnya tidak seberapa.